Cerita ini pernah dimuat di Majalah Bravo. Selamat membaca!
Bino adalah kurcaci yang membuat
berbagai macam sepatu. Dia memiliki sebuah toko sepatu. Di dalam tokonya itu
ada ratusan jenis sepatu, mulai dari sepatu anak-anak, sepatu berhak tinggi, sepatu
boot, sepatu bertali, dan masih banyak lagi yang lainnya. Banyak kurcaci yang
suka membeli sepatu di tokonya. Sepatu-sepatu yang dibuat Bino modelnya
bagus-bagus, dan terbuat dari bahan terbaik. Meskipun harganya sedikit lebih
mahal tetapi sepatu buatan Bino banyak yang membeli.
Sepatu
buatan Bino memang istimewa. Bino menyebutnya sepatu tuk-tuk. Lho, kenapa
disebut begitu? Karena sepatu buatan Bino dapat berbunyi tuk..tuk..tuk… setiap
kali dikenakan. Mungkin kamu berpikir sepatu yang berbunyi tuk-tuk itu hanya
sepatu berhak tinggi saja. Bukan. Semua sepatunya berbunyi tuk-tuk jika
dikenakan. Bukankah semua bunyi tuk-tuk sama? Hohoho, jangan salah, sepatu
buatan Bino bunyinya merdu. Lalu setiap kali mengeluarkan bunyi tuk-tuk, bau
harum menyeruak keluar. Harumnya berbeda dengan parfum manapun.
Itulah
sebabnya mengapa banyak kurcaci yang menyukai sepatu buatan Bino. Setiap kali
mengenakan sepatu itu, perhatian kurcaci lainnya langsung tertuju pada mereka.
Tentu saja mereka senang diperhatikan. Sepatu itu membuat mereka kelihatan
keren dan wangi, tentu saja!
Tetapi
yang paling menyenangkan saat berada di toko Bino adalah senyum Bino. Semua
yang datang kesana menyukai senyum Bino. Bino ramah. Dia juga jujur. Jika ada
suatu yang kurang pada sepatunya, meski pembeli tidak menyadarinya, dia akan
menawarkan untuk memperbaiki. Tanpa biaya tambahan.
Tring…
tring…!
Suara
lonceng di atas pintu toko Bino berdenting. Itu tandanya ada calon pembeli yang
datang. Bino langsung meloncat dari tempat duduknya, meninggalkan pekerjaannya
menghias sepatu dengan pita, pagi itu.
“Selamat
pagi,” sapanya riang.
Kurcaci
yang baru saja masuk itu tak menjawab. Dia mengangguk saja lalu sibuk
melihat-lihat sepatu yang berjajar di toko Bino. Bino tahu dia bernama Tuan
Marcus, salah seorang kurcaci terkaya di kotanya.
“Ada
yang bisa saya bantu?” Bino mengikutinya. Setiap calon pembeli yang datang
selalu diperlakukannya dengan ramah. Tak heran, selain sepatunya yang bagus,
para kurcaci senang datang ke tokonya karena keramahannya.
Berbeda
dengan biasanya, kali ini senyum Bino tak membuat kurcaci itu balas tersenyum.
“Sepatu
seperti apa yang Tuan cari?” tanyanya lagi.
“Hmm…
Boot dari kulit. Saya mau yang terbaik,” jawabnya angkuh.
“Semua
sepatu disini saya buat dengan bahan yang terbaik, Tuan,” Bino menjawab sambil
tetap tersenyum. Diambilnya beberapa pasang sepatu yang kelihatannya sesuai
dengan yang dicarinya. Boot hitam berhias gesper yang gagah, boot coklat muda
dari kulit, dan boot merah tua dengan banyak kancing di salah satu sisinya.
Tuan
Markus mencoba semuanya. Saat mencoba sepatu yang terakhir, sepatu yang
berwarna merah tua, wajahnya terlihat cerah. Kelihatannya dia sudah menemukan
apa yang dicarinya.
“Ini
dia yang aku cari. Sepatu ini pasti cocok kukenakan,” katanya pada diri
sendiri. Bino ikut tersenyum melihatnya. Dia lega melihat Tuan Markus
mendapatkan sepatu yang sesuai dengan keinginannya. Kata teman-temannya, susah
untuk menyenangkan Tuan Markus. Dia sangat pemilih, selalu ingin barang-barang
yang terbaik. Ada cela sedikit, dia langsung tahu.
Tapi
senyum keduanya mendadak hilang saat Tuan Markus mencoba sepatu itu untuk
berjalan. Tidak ada suara tuk-tuk yang terdengar. Dan tak ada wangi yang
tercium.
“Apa-apaan
ini!” katanya. “Kudengar toko ini menyediakan sepatu berbunyi tuk-tuk yang
wangi? Mana buktinya?”
Bino
ketakutan. Bagaimana bisa ya? Padahal dia selalu bekerja dengan teliti. Mungkin
dia lupa menaburkan bubuk ajaib dan memberi mantera dengan tongkatnya.
“Maaf,
Tuan… Bagaimana kalau saya coba perbaiki?” tawarnya.
Tuan
Markus menatapnya tak percaya.
“Saya
tidak dapat menunggu. Masih banyak pekerjaan yang harus saya kerjakan. Besok
saya kesini lagi. Saya mau sepatu itu sudah siap,” katanya.
“Ba…
Baik, Tuan. Saya akan kerjakan secepatnya,” Bino tergagap menjawabnya.
Tuan
Markus keluar dari toko Bino dengan wajah cemberut. Sungguh tak enak melihat
orang berwajah seperti itu. Bino merasa bersalah telah mengecewakannya. Selama
dia membuka toko belum pernah ada calon pembeli yang seperti itu.
Bino
segera membawa sepatu itu masuk ke dalam ruang kerjanya. Dibukanya kotak berisi
bubuk ajaib yang dapat membuat sepatunya berbunyi tuk-tuk dan menebarkan bau
harum. Lalu dicarinya tongkat ajaibnya yang biasanya disimpannya di dalam
lemari.
Betapa
kagetnya Bino saat tahu tongkatnya itu tak berada di tempatnya!
Dia
baru ingat, sebelumnya dia sudah mencari tongkatnya itu. Namun tiba-tiba ada
pembeli yang datang, kemudian dia lupa mencarinya lagi karena hari sudah larut.
“Bagaimana
ini? Tanpa tongkat itu akau takkan dapat membuat sepatu itu istimewa,” pikirnya
bingung. Sepanjang malam Bino gelisah hingga tak dapat tidur karena memikirkan
tongkatnya yang hilang. Akhirnya, dia memutuskan untuk mengatakan apa yang
sesungguhnya terjadi, seperti yang biasa dilakukannya.
Dalam hati, Bino berdoa
semoga Tuan Markus tidak marah padanya. Karena jika sampai dia marah, pasti dia
akan membicarakannya pada semua kurcaci di kita ini.
Meskipun
sudah memutuskan seperti itu, Bino tetap saja merasa tak tenang saat mendengar
bunyi lonceng di pintunya keesokan harinya.
“Selamat
pagi, Tuan,” dia berusaha untuk tetap tersenyum.
“Bagaimana
sepatu itu? Sudah beres?” tanyanya langsung.
“Maaf,
Tuan. Saya tidak tahu harus bicara apa. Tongkat saya hilang. Saya tidak dapat
membuat sepatu ini berbunyi,” Bino mengaku.
Sesaat
wajah Tuan Markus memerah.
“Tuan
dapat memilih sepatu yang lainnya, yang Tuan sukai,” tawar Bino, masih sambil
tersenyum.
Tuan
Markus memandang Bino. Tiba-tiba, tanpa disangka dia berkata, “Tidak apa-apa.
Tidak penting apakah sepatunya berbunyi atau tidak, yang penting nyaman
dikenakan. Lagipula saya suka kejujuran dan keramahanmu,” pujinya.
Bino
terbelalak. Tuan Markus berkata begitu? Rasanya dia tak percaya. Tapi kemudian
mau tak mau dia mempercayainya setelah Tuan Markus berkata, “Besok tolong
buatkan saya beberapa sepatu seperti ini dengan warna berbeda ya. Kirimkan ke
alamatku.”
Hari
itu, Bino mendapatkan pelajaran berharga. Kejujuran dan keramahan, ternyata
dapat menyelamatkannya dari segala hal buruk. [Fita Chakra]
ceritanya bagus!
ReplyDeleteSalut pads Mbak yg bisa Nikon cerita anak dan dimuat media. Saya pernah bikin tp ditolak hingga aku patah arang..
ReplyDelete