Friday, February 26, 2016

Mari Makan Buah!

Sebenarnya sudah dari tahun kemarin kami sekeluarga mencoba memperbanyak konsumsi buah dan sayur. Untuk buah, anak-anak sudah mulai terbiasa makan sehari-hari. Sedikit-sedikit bahkan mereka mulai makan buah di pagi hari, mengganti menu sarapan berat yang biasa mereka makan. Sebenarnya sih, yang ini karena terpaksa hehe. Sejak ART resign, saya berusaha menyederhanakan hidup, termasuk menyederhanakan tugas-tugas harian saya. Kalau bisa makan pagi tanpa masak, kenapa nggak? Jadilah saya rayu anak-anak makan buah di pagi hari. Hitung-hitung latihan food combining. Belum sempurna sih. Kadang-kadang, habis makan buah masih laper, ya saya biarin mereka makan sereal atau bikin omelet. Makan siang dan malem pun masih suka-suka. Gak papalah, bertahap ini ya.

Friday, February 19, 2016

[Tips Menulis] Menulis Outline, Perlukah?

Awalnya, saya membebaskan murid-murid di kelas Ekskul Menulis untuk menulis apa saja. Mereka langsung mengetikkan ide mereka melalui komputer. Saya juga tidak memberi target jumlah halaman yang harus mereka tulis. Hanya tema saya biasanya yang saya tentukan.

Thursday, February 18, 2016

Lezatnya Nasi Pindang Kudus di Semarang

Memang lidah itu nggak bisa bohong ya. Anak-anak saya selera makannya Indonesia banget. Mungkin karena dari kecil mereka terbiasa makan masakan Indonesia (terutama Jawa). Mereka suka pecel, soto, gado-gado, rendang… hmm, sebut saja makanan Indonesia, sebagian besar mereka doyan. Nah, kebetulan sebelum ke Semarang awal bulan ini, anak-anak makan Nasi Pindang dari catering. Ternyata mereka suka banget. Saking doyannya, saya sampai nggak tega makan. Lha wong yang dipesan itu aja buat rebutan sama mereka bertiga hehehe. Itupun sepertinya masih kurang. Belakangan mereka memang doyan banget makan.

Tuesday, February 16, 2016

5 Rules di Rumah Kami

Sebagai ibu, saya tergolong tegas dan disiplin. Nggak heran kalau di rumah kami, ada rules atau aturan yang harus dipatuhi. Kami membuat kesepatan itu untuk membiasakan anak-anak. Awalnya, tentu saja sulit. Kami harus konsisten dengan aturan tersebut. Kalau lengah sedikit saja, anak-anak akan kembali pada kebiasaan lama. Namanya anak-anak, ada saja alasan mereka untuk menghindar dari aturan tersebut. Oleh karenanya, saya dan suami berusaha tidak mudah terbujuk rayuan dan nego mereka. 



Saya yakin, setiap rumah pasti punya rules masing-masing. Demikian juga dengan kami. Bisa jadi, aturan di rumah kami berbeda dengan aturan di rumah teman anak-anak. Hal ini, kadang-kadang menimbulkan pertanyaan mereka. Mengapa di rumah si A boleh tidur jam berapapun, sedangkan di rumah kami tidak? Mengapa di rumah si B boleh main gadget kapan saja, sedangkan di rumah kami tidak? Dan seterusnya. Saya bilang pada anak-anak, bahwa selama mereka tinggal di rumah bersama kami, orangtuanya, aturan yang berlaku ya aturan di rumah kami. 

Monday, February 15, 2016

Belajar Menghargai Pilihan Anak

Sebagai seorang ibu dari tiga putri, saya sering dihadapkan pada pilihan sulit saat memilih baju untuk anak-anak. Tahu sendiri kan, baju anak perempuan jenisnya banyak, dan lucu-lucu pula. Karena itu, ketika membeli baju, saya sering kesulitan memilih. Mau yang merah atau yang pink? Mau gaun atau setelan celana panjang dan kaus? Mau yang berenda atau tidak? Pinginnya dibeli semua, tapi kan nggak mungkin. Budget untuk membeli baju terbatas kan, ya.

Friday, February 12, 2016

Jalan-jalan ke Hortimart Agro Center Bawen, Semarang

Sepulang dari Museum Kereta Api Ambarawa, kami mampir ke Hortimart di Bawen. Awalnya sih, karena kami sudah lapar hehe. Kata Opa, di sana ada restorannya, jadi sekalian saja deh.

Hortimart ini adalah sebuah agro wisata. Pengunjung yang datang bisa berkeliling kebun seluas sekitar 25 hektar menaiki mobil wisata. Kabarnya sih, selain di Bawen, ada Hortimart di lokasi lain yang jauh lebih luas, mencapai 200 hektar!

Thursday, February 11, 2016

[Proses Kreatif] Ketika Pasu Mencari Ibu

Ketika memutuskan akan mengikuti Lomba Menulis Dongeng Anak KSAN 2015 yang diadakan oleh Nusantara Bertutur, saya yakin akan banyak peserta yang ikut. Oleh karena itu, saya mesti menulis sesuatu yang unik, supaya juri terkesan dengan tulisan saya. Alhamdulillah, dongeng saya yang berjudul “Ketika Pasu Mencari Ibu” terpilih menjadi Dongeng Terbaik Kategori Sanitasi. Apa saja persiapan saya mengikuti lomba tersebut? Berikut ini yang saya lakukan:





Riset
Suka gemes saat mendengar komentar-komentar yang negatif tentang menulis cerita anak. Bagi sebagian orang, menulis cerita anak tampak mudah. Tetapi nggak demikian kenyataannya. Saya mengalami sendiri bolak-balik revisi untuk naskah pictorial book yang saat dicetak hanya 24 halaman. Padahal, satu halaman hanya memuat 3-5 kalimat.
Naskah anak juga perlu riset. Khusus untuk lomba ini, saya perlu waktu lebih dari seminggu untuk riset saja. Saya pegang aturan mainnya, cerita yang saya tulis harus mengandung unsur daerah dan lingkungan (terutama air). Dari awal saya sudah putuskan akan menulis tentang binatang yang hidup di air. Masalahnya, hewan apa yang akan saya tulis? Ikan? Katak? Berang-berang? Atau yang lainnya.
Saya ingin tokoh saya istimewa. Oleh karenanya, saya browsing dulu hewan air khas Indonesia. Yang muncul banyak hahaha. Di situlah kebingungan saya dimulai. Mana yang harus saya pilih?
Supaya bisa masuk ke setting khas Indonesia, saya memutuskan memilih pesut sebagai tokoh cerita saya. Pesut ini hidupnya di Sungai Mahakam. Ada sih pesut di daerah lain di luar Indonesia. Tetapi pesut di Sungai Mahakam dikabarkan sudah langka. Menurut saya, ini menarik untuk diangkat menjadi sebuah cerita.

Pesan
Pesan dalam cerita adalah keharusan buat saya. Tetapi, sebagai penulis, saya belajar untuk tidak menggurui. Oleh karenanya, saya tidak secara eksplisit mengatakan “jangan membuang sampah di sungai”. Saya hanya menampilkan kalimat-kalimat pesan (yang tidak menyerupai pesan, tetapi lebih pada penggambaran situasi dan tindakan) melalui dialog serta deskripsi.
Dalam suatu kompetisi, kita bisa melihat tema besar untuk mendapatkan pesan yang ingin ditampilkan. Nggak heran kalau umumnya cerita para peserta punya pesan moral yang serupa. Lalu bagaimana caranya supaya tulisan kita berbeda? Saya akan beritahukan di bawah ini, pada poin berikutnya.

Diferensiasi
Awalnya, saya menulis cerita dengan tokoh utama seorang anak perempuan. Pesut sebagai tokoh pendamping. Setelah sampai setengah jalan, saya merasa kurang bisa menjiwai tulisan saya sendiri. Tulisan saya terasa kering. 
Saya mencoba sudut pandang lain. Bagaimana kalau tokohnya benda? Misalnya sampah. Ternyata kurang enak juga dibaca. Akhirnya saya pakai pesut sebagai tokoh utama. Ketika pesut menjadi tokoh utama, saya merasa lebih nyaman menuliskannya.
Oya, memilih tokoh utama yang berbeda juga merupakan nilai plus. Apalagi untuk dongeng, tentu tidak apa jika tokohnya bukan manusia. Anak-anak toh suka hewan.

Revisi
Setelah selesai menulis, apakah saya langsung mengirimkan tulisan saya? Tidak. Saya peram dulu beberapa hari, lalu saya baca lagi. Setelah saya merasa fresh akan terlihat kesalahan saya. Mulai dari typo hingga ketidakkonsistenan. Saya juga mulai mengecek kebiasaan pesut, supaya pembaca bisa mendapatkan informasi yang benar. 

Itu saja sih tips dari saya. Mudah-mudahan bermanfaat untuk teman-teman. Aamiin. Kabarnya, cerita tentang Pasu ini akan diterbitkan dalam kumpulan cerita karya para finalis lomba menulis ini. Nanti kalau sudah terbit, pada beli ya. [Fita Chakra]

Thursday, February 4, 2016

[Resep] Chicken Noodles

Sebelum membaca resepnya, saya beritahukan bahwa postingan ini murni untuk dokumentasi saja. Bukan karena saya mau pindah niche jadi food blogger. Sama sekali bukan. Saya cukup tahu diri kemampuan memasak saya jauuuh dari jago. Jadi mohon dimaklumi kalau masakan yang saya posting sangat-sangat sederhana. Yang penting buat saya, masakan saya bisa dinikmati sekeluarga.

Kalau soal makan, nah saya suka banget hihi. Hampir semua makanan saya suka. Ditambah dengan anak-anak dan suami yang nggak rewel soal makanan, ini bikin saya nggak repot masak. Mereka ikhlas makan masakan saya. Bahkan berterima kasih dengan tulus. Alhamdulillah.

Tuesday, February 2, 2016

[Editan Saya] Misteri Museum Wayang

Judul : Misteri Museum Wayang

Penulis : Diannur Fajria
Ilustrator Sampul : Sonny Yanuar Rakhmadi
Ilustrator Isi : Agus Willy Kristy
Editor : Yulia Nurul Irawan dan Fita Chakra
Penerbit : DAR! Mizan
Cetakan : Desember 2015
Jumlah Halaman : 105 halaman



Sinopsis Backcover
Kunjungan Radit, Arby dan Sheril ke Museum Wayang Satria menjadi petualangan yang tak terduga! Mereka menemukan hal-hal aneh di sana. Awalnya, Sheril bertemu sosok menyeramkan menyerupai Hanoman.