Katamu, "Gambarku bagus kan, Bun," sambil
menunjukkan dinding bercoretkan krayon.
Kataku, "Aduh, jadi kotor deh dindingnya. Besok lagi,
menggambar di kertas ya, Dek."
Esoknya ketika kamu menggambar di kertas dan menempelkannya
di dinding, aku memberimu peraturan baru, "Menempel gambar hanya boleh di
kamar masing-masing."
Katamu, "Bunda, kapan selesai kerjanya?"
Kataku, "Sebentar lagi. Main saja dulu." Kuminta
kamu menunggu tanpa mengalihkan mataku dari huruf-huruf di layar monitor.
Saat aku selesai bekerja, kamu sudah tertidur karena tak
kuasa menungguku.
Katamu, "Beneran aku sudah mandi dan gosok gigi. Aku
nggak bohong."
Kataku, "Kalau sudah gosok gigi harusnya giginya sudah
bersih. Gosok gigi, ya."
Sampai di kamar mandi, aku menemukan sikat gigi yang basah,
pertanda usai digunakan.
Katamu, "Aku nggak mau sekolah. Temanku mengejekku.
Katanya aku kecil."
Kataku, "Kakak harus berani. Ayo, sekolah."
Setelah kamu berangkat, aku menemukan kertas bertuliskan
ketakutanmu pada temanmu itu karena dia tak hanya mengejek, tapi juga memaksamu
membelikan makanan dan mengerjakan tugas.
Jika aku memakai sepatumu, aku akan paham kamu butuh
dihargai. Bukan dikritik.
Jika aku memakai sepatumu, aku akan mengerti kamu ingin aku
sungguh-sungguh menemanimu bermain. Bukan sekadar berada di sampingnya
sementara pikiranku melayang pada pekerjaan.
Jika aku memakai sepatumu, aku akan belajar memercayaimu.
Bukannya mencurigaimu terus.
Jika aku memakai sepatumu, aku akan mendengarkan dengan
hati. Aku akan bicara dari hati ke hati untuk memahami ketakutanmu. Bukan hanya
mengharuskanmu melakukan mauku.
Anakku, kurasa aku harus belajar banyak darimu.
Setiap saat.
Setiap waktu.
Sampai kelak kau dewasa, jika Dia memperkenankan dan
memanjangkan usia kita.
Anakku, maafkan aku jika terlalu banyak meminta.
Terlalu banyak menyalahkan.
Terlalu banyak mengkritik.
Terlalu banyak mengabaikanmu untuk pekerjaan dan hal-hal
lainnya.
Anakku, kuharap engkau tahu, aku tetap menyayangimu.
Terima kasih untuk kesedianmu menunggu.
Terima kasih untuk pelukan dan ciuman bertubi di pipiku.
Terima kasih untuk surat-surat mesramu.
Terima kasih untuk tetap mengatakan, "Aku sayang Bunda
berjuta-juta kali! You're the best mom in the world," di saat aku merasa tak pantas menerimanya.
Peluk cium untuk kalian
Bunda.
Surat ini dibuat dalam rangka Hari Anak Nasional 2014.
Untuk anak-anak Indonesia, semoga selalu sehat dan bahagia.