Tulisan ini dimuat di Majalah Sekar Edisi 61/11 13-27 Juli 2011. Saya bagikan versi yang belum diedit oleh redaksinya. Jika ingin mengirimkan naskah untuk rubrik Kata Hati, tulis 300 kata. Isinya tentang hal-hal inspiratif yang berasal dari kejadian sehari-hari. Mudah, kan?
Rubrik Kata Hati di Majalah Sekar |
Kata
yang Istimewa
“Kenapa
Bunda selalu bilang terima kasih pada bapak itu?” tanya anak saya suatu hari.
Saat itu kami akan keluar dari tempat parkir sebuah pertokoan. Seperti biasa,
sambil mengeluarkan mobil dari tempat tersebut saya mengucapkan kata terima
kasih pada tukang parkir.
Saya
terkejut mendengar pertanyaannya. Anak-anak sungguh peka dengan apa yang mereka
lihat dan dengar. Sebelumnya saya tak menyadari bahwa saya selalu berbuat
demikian saat memberikan uang parkir pada setiap tukang parkir. Bahkan juga
pada satpam, penjaga palang pintu kereta di gang kecil dekat rumah kami, dan
pada asisten rumah tangga kami. Kenapa ya? Saya mengingat-ingat sejak kapan
saya mulai melakukan hal tersebut. Sepertinya sudah lama sekali, mungkin kebiasaan
itu sudah saya pupuk sejak saya kuliah dahulu.
Saya
jelaskan pada anak saya berbagai alasan mengapa saya mengucapkan terima kasih
pada orang-orang tersebut. Pertama, tentu
saja karena mereka telah membantu saya. Meskipun bantuan yang mereka
lakukan kelihatan sepele, seperti “hanya” memberi aba-aba agar mobil bisa
keluar dari deretan parkir dengan selamat atau membukakan pintu gerbang rumah
kami saat kami pulang. Tetapi sekecil apapun bantuan itu saya selalu melihatnya
sebagai sesuatu yang berarti.
Kedua,
saya memberikan gambaran pada anak saya bahwa mengucapkan terima kasih akan
sangat menyenangkan, tidak hanya bagi mereka yang menerima ucapan terima kasih
itu, tetapi juga bagi kita yang mengucapkannya. Ucapan terima kasih adalah
kata-kata sederhana yang keluar dari mulut kita namun bermaksa sangat dalam. Apalagi
jika kita menambahkan seulas senyum saat mengucapkannya. Saat kita mengucapkan
terima kasih pada orang lain, kita membuat orang tersebut merasa dihargai.
“Coba
bandingkan. Jika Bunda meminta Kakak mengambilkan sesuatu tanpa berterima kasih
dengan jika Bunda meminta Kakak mengambilkan sesuatu lalu berterima kasih.
Bagaimana rasanya?” tanya saya padanya.
“Ah,
tentu saja Kakak lebih senang jika Bunda berterima kasih,” katanya ringan. Saya
tersenyum mendengar jawabannya. Saya senang dia dapat mencerna apa yang saya
katakan sekaligus lakukan. Saya yakin anak-anak peniru yang baik. Dengan
mengajarkan berterima kasih, saya ingin mengajarkan pula cara menghargai orang
lain. Saya pun katakan mengucapkan
terima kasih dengan hati tulus dan senyum akan lebih menyenangkan dibandingkan
jika kita terpaksa melakukannya.
Suatu hari nanti saya
yakin dia akan memahami bahwa berterima kasih atas bantuan yang kita terima
sekecil apapun dan pada siapapun membuat diri kita juga merasa beruntung. Hati
kita juga akan mengucap syukur atas apa yang diberikan Tuhan melalui
tangan-tangan mereka. Apabila itu kita lakukan, saya percaya hari-hari akan
terasa lebih menyenangkan, hati terasa ringan dan ikhlas jika kita mengucapkan
terima kasih. Kata “terima kasih” memang sungguh istimewa. (Fita Chakra)