Wednesday, April 3, 2013

Kamera Haikal


Dimuat di Kompas Anak, 18 Desember 2012


“Ibuuu! Mana kaosku yang pink? Yang bunga-bunga itu lho,” seru Keisya sambil mengacak-acak lemari pakaiannya. Semua pakaian dilempar keluar.
Haikal, kakaknya mengikuti Keisya dan merekamnya dalam kamera. Akhir-akhir ini, Haikal senang merekam berbagai hal dengan kamera barunya. Kamera itu kado ulang tahun Haikal yang ke-11 dari Om Hari, adik Ibu. Kata Om Hari, kamera itu untuk Haikal berlatih menjadi wartawan. Haikal memang ingin jadi wartawan seperti Om Hari.
“Minggir!” jerit Keisya kesal. Dia mendorong kamera yang disorongkan Haikal ke arah lain. Haikal malah tertawa. Wajah Keisya yang kesal membuat Haikal semakin senang menggodanya.
“Aktingmu bagus, Kei,” katanya terus merekam.
Mata Keisya melotot.



            “Ibuuu! Kak Haikal nih! Iseng banget,” jeritnya lagi. Kali ini lebih kencang.
            “Stt… Jangan keras-keras,” sahut Haikal. Kalau sampai Ibu tahu bahwa Haikal menggoda Keisya, bisa-bisa Ibu mengomelinya.
            “Ibuu!” teriak Keisya lagi.
            Ibu tergopoh-gopoh datang.
            “Ada apa sih? Berisik sekali,” Ibu memandang Haikal dan Keisya bergantian.
            “Kak Haikal tuh, Bu, main kamera terus,” Keisya mengadu.
            Haikal langsung menunduk.
            “Haikal, kamu kan sudah berjanji pada Ibu untuk tidak memegang kamera sepulang sekolah. Lihat tuh, tas dan sepatumu, masih tergeletak di luar. Lalu seragammu… Kenapa belum ganti pakaian?” cerocos Ibu. Sejak memiliki kamera itu, Haikal sering lupa waktu. Karena itu, Ibu dan Haikal membuat perjanjian bahwa Haikal harus menyelesaikan tugas-tugasnya sebelum bermain kamera.
            “Maaf, Bu,” ujar Haikal pelan.
            Keisya menahan tawa. Rasain, kamu! Katanya dalam hati. Puas rasanya melihat Haikal dimarahi Ibu. Habisnya, kesal sih Haikal selalu merekam apa saja yang dilakukannya. Kemarin, teman-teman Haikal menertawai Keisya saat Haikal menunjukkan rekaman Keisya yang sedang melamun.
            “Keisya, kenapa tadi kamu berteriak memanggil Ibu? Memangnya kamu tidak bisa mencari bajumu sendiri?” Ibu memandang Keisya tajam.
            Sekarang, Keisya yang tertunduk dan Haikal tersenyum-senyum.
            “Bereskan pakaianmu, Keisya. Juga kamarmu. Haikal, matikan kameramu. Ibu tunggu di bawah ya, kalian belum makan siang,” kata Ibu tegas.
            Ibu lalu pergi meninggalkan mereka.
            Haikal meletakkan kamera di meja Keisya. Kamar Keisya benar-benar berantakan dan kotor. Heran ya, Keisya bisa betah berada di dalam kamar yang berantakan begitu.
            “Bantuin,” ujar Keisya singkat. “Gara-gara kamu sih,” Keisya menyalahkan Haikal.
            “Kok aku sih? Kan kamu yang nggak pernah beres-beres kamar,” Haikal berdiri di sudut kamar sambil memperhatikan Keisya. Keisya memasukkan barang-barangnya dengan sembarangan. Semua barang dilempar masuk ke dalam lemari.
Dalam hal kerapian dan kebersihan Keisya kalah dari Haikal. Kamar Haikal lebih rapi dari pada kamar Keisya. Karena itu, Keisya sering kebingungan mencari barang-barangnya. Dulu, Ibu masih mau membantu mencarikan barang yang dicari Keisya. Sekarang, Ibu sengaja meminta Keisya mencarinya sendiri.
“Ih, jorok banget sih kamu, Kei,” komentar Haikal melihat Keisya menumpuk kertas-kertas bekas di sudut kamar begitu saja. Tangannya menyapu bersih kertas, pensil bahkan bungkus permen yang ada di mejanya lalu menjatuhkannya di sudut kamar bersama tumpukan kertas itu. Dia lalu mendorongnya ke bawah tempat tidur.
“Beres,” ujar Keisya puas. Dia menepukkan kedua tangannya sambil tersenyum. Ibu takkan tahu bahwa dia menyembunyikan sampah di bawah tempat tidur.
Haikal mengerutkan kening. Dia hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakukan Keisya. Pantas saja beberapa hari lalu ada tikus nyasar di kamar Keisya. Pasti karena tikus itu suka tinggal di kamar Keisya yang kotor!
*
Minggu pagi, rumah gempar. Kalung emas Keisya hilang.
“Mungkin kamu lupa meletakkannya, Keisya,” kata Ibu sabar. “Coba cari lagi.”
“Keisya sudah cari. Nggak ada, Bu. Pasti ada yang mencurinya,” Keisya mulai curiga. Dia melirik Bik Sumi, pembantu rumah tangga di rumah mereka.
“Jangan asal tuduh,” kata Ibu.
Haikal langsung merekam percakapan Ibu dan Keisya.
“Kapan terakhir kali kamu melihat kalung itu?” tanya Haikal sambil terus merekam seperti wartawan.
Keisya merengut kesal. Lagi-lagi Haikal merekamnya. Tapi dia sedang tak ingin mengomel sekarang. Kalung itu lebih penting.
“Mmm… hari Kamis, pagi. Eh, Kamis siang, sebelum aku membereskan kamar,” kata Keisya cepat.
“Ooh, waktu kamu mencari baju pink itu?” tanya Haikal lagi.
Keisya mengangguk.
“Kamu ingat di mana kamu meletakkannya?” Haikal menginterogasi.
“Di mejaku,” jawab Keisya.
Haikal terdiam.
“Sudahlah. Jangan rekam terus. Ayo bantu aku mencarinya,” Keisya akhirnya. “Nggak ada gunanya kamu merekam terus,” rengutnya.
“Sebentar…” kata Haikal. Tiba-tiba dia ingat sesuatu. Dia mencari-cari sesuatu di dalam rekaman sebelumnya. Dia ingat, Kamis siang saat bersama Keisya dan Ibu memintanya mematikan kamera, dia hanya meletakkannya, tanpa mematikan.
“Sepertinya aku tahu di mana kalungmu,” gumam Haikal. Dia langsung menuju kamar Keisya diikuti Ibu dan Keisya.
Haikal mengambil tumpukan sampah di bawah tempat tidur Keisya lalu memilahnya.
“Ini dia!” katanya senang. Kalung emas Keisya ada di tangannya sekarang.
“Bagaimana kamu tahu kalung itu ada disitu?” tanya Keisya penasaran.
“Nih lihat,” Haikal menunjukkan rekamannya. “Ada gunanya kan aku merekam?” katanya bangga.
Ibu tertawa.
“Baiklah kali ini kamu benar, Haikal. Tapi jangan lupa tugasmu ya,” pesan Ibu. “Keisya, lain kali buang sampah di tempatnya,” kata Ibu lagi.
Keisya hanya bisa mengangguk sambil melirik Haikal. Kali ini dia kalah telak dari Haikal!

7 comments :

  1. bagus euy ceritanya, padat dan tepat ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih, Mbak. :) Lihat Vivi deh, pasti banyak ide dari kelakuannya. Misalnya, kecerewetannya hihi

      Delete
  2. satu topik bisa padat dan ada moralnya, mba ajari aku dong

    ReplyDelete
  3. bagus ceritanya, kapan ya bisa bikin tulisan sebagus ini?

    ReplyDelete