Dimuat di Majalah Girls Tahun 2010. Idenya saya peroleh dari Keisya yang jidatnya luka waktu main. :)
Gara-gara dahinya terantuk batu saat
berlari-lari di halaman, Arya harus rela mendapatkan beberapa jahitan di
dahinya. Dokter mengatakan dia baru boleh masuk sekolah paling cepat tiga hari
lagi. Padahal besok Arya akan tampil untuk pentas seni di sekolah.
“Lebih
baik Arya istirahat dulu di rumah minimal tiga hari,” saran dokter itu.
Arya
sudah merengek-rengek pada Ayah agar diijinkan masuk sekolah besok. Tetapi
jawaban Ayah tegas. Sekali tidak tetap tidak. Kali ini dia mencoba membujuk
Ibu.
“Bu,
besok Arya masuk sekolah ya? Kalau tidak nanti peran Arya digantikan orang
lain.”
Ibu
menggeleng tanpa banyak bicara. Arya terdiam. Dia kecewa karena besok dia tidak
bisa tampil di acara pentas seni di sekolah. Padahal dia sudah rajin berlatih
beberapa minggu belakangan. Ini kesempatan besar yang sudah ditunggu-tunggunya.
Dia ingin membuktikan bahwa dia bisa berakting. Lagipula dia berperan sebagai
peran utama. Baru kali ini dia diminta menjadi seorang Pangeran yang
menyelamatkan Putri. Arya sudah membayangkan betapa kerennya menjadi seorang
Pangeran! Gara-gara ceroboh, dia tidak bisa naik pentas! Arya menggerutu pada
dirinya sendiri.
*
Beberapa
hari kemudian, Arya baru masuk sekolah. Meski sudah sembuh, rasa kecewanya
masih tersisa. Pementasan berlangsung meriah tanpa dirinya. Pelatih akhirnya
menunjuk Billy sebagai gantinya. Huh, padahal Billy adalah saingan terberatnya
ketika mereka diseleksi untuk acara pementasan tersbut.
Kekesalan
Arya semakin memuncak saat Billy mengolok-olok dirinya.
“Wow,
pantasnya kamu jadi si codet saja, Ya!” kata Billy. “Lihat tuh, bekas luka di
jidatmu, pasti cocok jadi pemeran penjahat yang jahat,” Billy tertawa-tawa.
“Enak
saja, minggir gih! Aku mau lewat!” Arya cepat-cepat pergi sebelum telinganya semakin
panas mendengar ejekan Billy.
Lila
mengikutinya dari belakang. Lila sahabat terbaik Arya, dari Lila-lah Arya tahu
bahwa Billy yang menggantikan peran Arya.
“Sabar,
tidak usah marah-marah begitu, Ya,” kata Lila sambil mengutak-utik kameranya.
Lila memang sedang senang-senangnya belajar fotografi, dimanapun dia berada
kamera tidak pernah lepas darinya.
“Siapa
yang nggak kesal dikatain begitau, La,” keluh Arya sambil menghempaskan
tubuhnya ke kursi.
“Iya
iya… Tapi nggak ada gunanya kan marah-marah. Semuanya sudah berlalu.”
Arya
diam saja. Dia sibuk membalik-balik majalah Lila yang ada di depannya.
“Lihat
kesini sebentar, Ya,” pinta Lila.
Klik!
Klik! Klik!
Lila
memotret Arya dengan cepat sampai Arya kaget.
“La!
Ngapain kamu motret aku segala, cari obyek lain saja sana!” usir Arya gusar.
Lila tertawa-tawa pergi.
Arya
mengusap-usap dahinya yang sekarang tidak mulus lagi. Ada bekas luka yang cukup
kelihatan di dahinya. Bekas luka itu membuatnya tidak pede berada di depan
umum. Seperti Harry Potter. Bedanya, dengan bekas luka di dahinya Harry Potter
terlihat keren karena memiliki sejarah kesaktiannya. Sementara bekas luka di
dahinya, ih… malah membuatnya kelihatan seperti penjahat! Benar juga kata
Billy, aku malah jadi kayak si codet!
*
Blak!
Lila
melemparkan majalah yang dibelinya di hadapan Arya.
“Apaan
nih?” tanya Arya sambil menatap majalah di hadapannya tak mengerti.
“Buka
halaman 13,” perintah Lila sambil tersenyum-senyum.
Arya
menuruti perkataan Lila. Lila memang suka begitu, sok misterius. Tiba di
halaman 13 Arya membaca judul yang tertera di halaman itu pelan-pelan.
“Lomba
mirip Harry Potter…” Hei, kok ada fotonya disitu? Arya terbengong-bengong. Oh,
pasti kerjaannya si Lila nih! Arya menatap Lila minta penjelasan darinya.
“Aku
yang kirimkan fotomu ke panitia lomba itu. Lumayan kan hasil jepretanku?
Buktinya kamu jadi finalis,” Lila terkekeh-kekeh.
“La!
Yang bener saja, masak aku ikut lomba macam begini?” Arya protes.
“Sudah
nggak usah komentar macam-macam. Besok minggu aku temani tampil di grand
final-nya. Hadiahnya lumayan lho. Jangan lupa rambutmu harus dibuat semirip
mungkin dengan Harry Potter, lalu pakai baju dan mantel seperti dalam filmnya…
Oya, perlu bawa sapu nggak?” Lila nyerocos.
“Lilaaaaa….!”
teriak Arya kesal.
*
Arya
menimang-nimang piala yang diperolehnya. Dia mendapatkan juara ketiga. Lumayan
bagus, karena persiapannya benar-benar mendadak. Lila ikut senang melihatnya
menang. Lihat saja dari tadi kameranya tidak berhenti memotretnya dari berbagai
sisi.
“Bagaimana
ideku, cemerlang kan? Nggak sia-sia aku kirim fotomu kemarin itu. Ayo, sekarang
traktir aku!” Lila menarik-narik tangan Arya ke restoran siap saji di mall itu.
“Sabar
dong, aku belum puas melihat pialaku
nih. Ngomong-ngomong makasih ya, La. Kalau bukan karena kamu, pasti aku masih
malu tampil di depan umum. Lagipula, dengan begini, aku bisa membungkam mulut
Billy,” kata Arya sambil menimang-nimang pialanya, membayangkan reaksi Billy
yang pastinya seperti kebakaran jenggot.
Tiba-tiba,
segerombolan anak perempuan lewat di depan mereka. Sebentar kemudian mereka
berbisik-bisik lalu dengan menyerbu Arya.
“Arya
boleh foto bareng nggak?” tanya seorang dari mereka. Yang lainnya saling sikut
dan berbisik-bisik di belakangnya.
Lila
dan Arya berpandangan. Wow, sekarang Arya Potter jadi ngetop deh! Jidat Harry
Potter-nya ternyata tidak membuatnya seperti penjahat yang dibayangkan Billy,
kan?
wah harusnya ada foto jidatnya nih biar klop. heheh suka tulisannya mba, :)
ReplyDeletehai Fita, kangen baca cerita2mu ^_^
ReplyDelete