Dimuat di Kompas Anak, 18 Desember 2012
“Ibuuu! Mana kaosku yang pink? Yang
bunga-bunga itu lho,” seru Keisya sambil mengacak-acak lemari pakaiannya. Semua
pakaian dilempar keluar.
Haikal, kakaknya mengikuti Keisya dan merekamnya dalam kamera. Akhir-akhir ini, Haikal senang merekam berbagai hal dengan kamera barunya. Kamera itu kado ulang tahun Haikal yang ke-11 dari Om Hari, adik Ibu. Kata Om Hari, kamera itu untuk Haikal berlatih menjadi wartawan. Haikal memang ingin jadi wartawan seperti Om Hari.
“Minggir!” jerit Keisya kesal. Dia mendorong kamera yang disorongkan Haikal ke arah lain. Haikal malah tertawa. Wajah Keisya yang kesal membuat Haikal semakin senang menggodanya.
“Aktingmu bagus, Kei,” katanya terus merekam.
Mata Keisya melotot.
Haikal, kakaknya mengikuti Keisya dan merekamnya dalam kamera. Akhir-akhir ini, Haikal senang merekam berbagai hal dengan kamera barunya. Kamera itu kado ulang tahun Haikal yang ke-11 dari Om Hari, adik Ibu. Kata Om Hari, kamera itu untuk Haikal berlatih menjadi wartawan. Haikal memang ingin jadi wartawan seperti Om Hari.
“Minggir!” jerit Keisya kesal. Dia mendorong kamera yang disorongkan Haikal ke arah lain. Haikal malah tertawa. Wajah Keisya yang kesal membuat Haikal semakin senang menggodanya.
“Aktingmu bagus, Kei,” katanya terus merekam.
Mata Keisya melotot.
“Ibuuu!
Kak Haikal nih! Iseng banget,” jeritnya lagi. Kali ini lebih kencang.
“Stt…
Jangan keras-keras,” sahut Haikal. Kalau sampai Ibu tahu bahwa Haikal menggoda
Keisya, bisa-bisa Ibu mengomelinya.
“Ibuu!”
teriak Keisya lagi.
Ibu
tergopoh-gopoh datang.
“Ada
apa sih? Berisik sekali,” Ibu memandang Haikal dan Keisya bergantian.
“Kak
Haikal tuh, Bu, main kamera terus,” Keisya mengadu.
Haikal
langsung menunduk.
“Haikal,
kamu kan sudah berjanji pada Ibu untuk tidak memegang kamera sepulang sekolah.
Lihat tuh, tas dan sepatumu, masih tergeletak di luar. Lalu seragammu… Kenapa
belum ganti pakaian?” cerocos Ibu. Sejak memiliki kamera itu, Haikal sering
lupa waktu. Karena itu, Ibu dan Haikal membuat perjanjian bahwa Haikal harus
menyelesaikan tugas-tugasnya sebelum bermain kamera.
“Maaf,
Bu,” ujar Haikal pelan.
Keisya
menahan tawa. Rasain, kamu! Katanya dalam hati. Puas rasanya melihat Haikal
dimarahi Ibu. Habisnya, kesal sih Haikal selalu merekam apa saja yang
dilakukannya. Kemarin, teman-teman Haikal menertawai Keisya saat Haikal
menunjukkan rekaman Keisya yang sedang melamun.
“Keisya,
kenapa tadi kamu berteriak memanggil Ibu? Memangnya kamu tidak bisa mencari
bajumu sendiri?” Ibu memandang Keisya tajam.
Sekarang,
Keisya yang tertunduk dan Haikal tersenyum-senyum.
“Bereskan
pakaianmu, Keisya. Juga kamarmu. Haikal, matikan kameramu. Ibu tunggu di bawah
ya, kalian belum makan siang,” kata Ibu tegas.
Ibu
lalu pergi meninggalkan mereka.
Haikal
meletakkan kamera di meja Keisya. Kamar Keisya benar-benar berantakan dan
kotor. Heran ya, Keisya bisa betah berada di dalam kamar yang berantakan
begitu.
“Bantuin,”
ujar Keisya singkat. “Gara-gara kamu sih,” Keisya menyalahkan Haikal.
“Kok
aku sih? Kan kamu yang nggak pernah beres-beres kamar,” Haikal berdiri di sudut
kamar sambil memperhatikan Keisya. Keisya memasukkan barang-barangnya dengan
sembarangan. Semua barang dilempar masuk ke dalam lemari.
Dalam hal kerapian dan
kebersihan Keisya kalah dari Haikal. Kamar Haikal lebih rapi dari pada kamar
Keisya. Karena itu, Keisya sering kebingungan mencari barang-barangnya. Dulu,
Ibu masih mau membantu mencarikan barang yang dicari Keisya. Sekarang, Ibu
sengaja meminta Keisya mencarinya sendiri.
“Ih, jorok banget sih
kamu, Kei,” komentar Haikal melihat Keisya menumpuk kertas-kertas bekas di sudut
kamar begitu saja. Tangannya menyapu bersih kertas, pensil bahkan bungkus
permen yang ada di mejanya lalu menjatuhkannya di sudut kamar bersama tumpukan
kertas itu. Dia lalu mendorongnya ke bawah tempat tidur.
“Beres,” ujar Keisya
puas. Dia menepukkan kedua tangannya sambil tersenyum. Ibu takkan tahu bahwa
dia menyembunyikan sampah di bawah tempat tidur.
Haikal mengerutkan
kening. Dia hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakukan Keisya. Pantas
saja beberapa hari lalu ada tikus nyasar di kamar Keisya. Pasti karena tikus
itu suka tinggal di kamar Keisya yang kotor!
*
Minggu pagi, rumah
gempar. Kalung emas Keisya hilang.
“Mungkin kamu lupa
meletakkannya, Keisya,” kata Ibu sabar. “Coba cari lagi.”
“Keisya sudah cari.
Nggak ada, Bu. Pasti ada yang mencurinya,” Keisya mulai curiga. Dia melirik Bik
Sumi, pembantu rumah tangga di rumah mereka.
“Jangan asal tuduh,”
kata Ibu.
Haikal langsung merekam
percakapan Ibu dan Keisya.
“Kapan terakhir kali
kamu melihat kalung itu?” tanya Haikal sambil terus merekam seperti wartawan.
Keisya merengut kesal.
Lagi-lagi Haikal merekamnya. Tapi dia sedang tak ingin mengomel sekarang.
Kalung itu lebih penting.
“Mmm… hari Kamis, pagi.
Eh, Kamis siang, sebelum aku membereskan kamar,” kata Keisya cepat.
“Ooh, waktu kamu
mencari baju pink itu?” tanya Haikal lagi.
Keisya mengangguk.
“Kamu ingat di mana
kamu meletakkannya?” Haikal menginterogasi.
“Di mejaku,” jawab
Keisya.
Haikal terdiam.
“Sudahlah. Jangan rekam
terus. Ayo bantu aku mencarinya,” Keisya akhirnya. “Nggak ada gunanya kamu
merekam terus,” rengutnya.
“Sebentar…” kata
Haikal. Tiba-tiba dia ingat sesuatu. Dia mencari-cari sesuatu di dalam rekaman
sebelumnya. Dia ingat, Kamis siang saat bersama Keisya dan Ibu memintanya
mematikan kamera, dia hanya meletakkannya, tanpa mematikan.
“Sepertinya aku tahu di
mana kalungmu,” gumam Haikal. Dia langsung menuju kamar Keisya diikuti Ibu dan
Keisya.
Haikal mengambil
tumpukan sampah di bawah tempat tidur Keisya lalu memilahnya.
“Ini dia!” katanya
senang. Kalung emas Keisya ada di tangannya sekarang.
“Bagaimana kamu tahu
kalung itu ada disitu?” tanya Keisya penasaran.
“Nih lihat,” Haikal
menunjukkan rekamannya. “Ada gunanya kan aku merekam?” katanya bangga.
Ibu tertawa.
“Baiklah kali ini kamu
benar, Haikal. Tapi jangan lupa tugasmu ya,” pesan Ibu. “Keisya, lain kali
buang sampah di tempatnya,” kata Ibu lagi.
Keisya hanya bisa
mengangguk sambil melirik Haikal. Kali ini dia kalah telak dari Haikal!
bagus euy ceritanya, padat dan tepat ;)
ReplyDeleteMakasih, Mbak. :) Lihat Vivi deh, pasti banyak ide dari kelakuannya. Misalnya, kecerewetannya hihi
DeleteWahh keren mbak konfliknya :D
ReplyDeleteMakasih, Mbak Hana. :)
Deletesatu topik bisa padat dan ada moralnya, mba ajari aku dong
ReplyDeleteHayuuk :)
Deletebagus ceritanya, kapan ya bisa bikin tulisan sebagus ini?
ReplyDelete