Transit di Abu
Dhabi senalam membuat kami terpaksa menghapus rencana jalan-jalan ke Frankfurt
dari itinerary. Cuma sempat menginap semalam di Heidelberg (setelah mengingtip
Frankfurt saat gelap di malam hari dan pagi harinya). Tanggal 3 pagi kami
berangkat ke Amsterdam karena sudah berjanji menemui sepupu saya di sana.
Lagipula kami sudah terlanjur membeli tiket kereta ICE. Sayang kalau
dibatalkan.
Kereta berangkat
pukul 9 pagi. Tiba di Amsterdam sekitar pukul 14. Di Amsterdam, Wim (suami
Dede, sepupu saya) akan menjemput kami. Kebetulan, Dede masih bekerja jadi dia
tidak ikut menjemput. Dari stasiun kereta di Amsterdam kami diajak menyeberangi
sungai menggunakan kapal. Transportasi air di Amsterdam yang menghubungkan
Amsterdam Centraal ke Amsterdam Noord ini gratis. Mau bolak-balik seratus kali
dalam sehari silakan.
Rata-rata suhu di Amsterdam waktu itu. Pakai aplikasi InstaWeather |
Wim mengatakan
bahwa dia memarkir mobilnya di sisi sungai Amsterdam Noord. Di wilayah itulah
apartemen mereka berada, berdekatan dengan Hotel Bastion, penginapan kami.
Sebenarnya bisa saja parkir di Centraal tapi parkirnya mahal, kata Wim.
Begitu kami
berada di luar, langsung disambut angin dingin. Brr... angin di Amsterdam
memang lumayan kencang. Ditambah lagi hujan bisa turun tiba-tiba walau tak
lama. Mungkin karena itulah orang-orang Amsterdam santai saja berjalan tanpa
payung saat gerimis. Mereka sudah terbiasa dengan kondisi hujan tiba-tiba.
Wim mengantar
kami ke hotel. Lalu meminta kami datang sore harinya ke apartemen mereka supaya
kami bisa ngobrol dulu sebelum jalan-jalan. Setelah kami beres-beres, kami pun
berjalan menuju apartemen Wim dan Dede. Jalanan tergolong sepi. Beberapa sepeda
melintas saat kami berjalan.
Sampai di
apartemen, Wim dan Dede menceritakan rencana. Rupanya mereka sudah membuat
itinerary detail untuk kami. Hari itu, kami diajak naik sepeda keliling
Amsterdam. Kami menggunakan dua sepeda untuk berboncengan. Hahaha seru juga
naik sepeda. Enaknya di Amsterdam ada jalur khusus untuk pengendara sepeda dan
pejalan kaki.
Kami kembali ke daerah
sekitar Amsterdam Centraal. Tujuan utama kami adalah Damrak (Dam Square), yaitu
pusat keramaian Amsterdam. Berhubung Sabtu malam, nggak heran kalau tempat ini
sangat ramai. Kami sempat berfoto sebentar di tempat tersebut. Oya, di sekitar
tempat tersebut banyak kios souvenir. Kami membeli souvenir berdasarkan
rekomendasi dari Dede. Lumayanlah murah-murah souvenirnya. Yang lucunya, ada
satu toko yang menjual klompen berbagai ukuran. Mulai dari yang paling kecil
sampai besar. Tahu klompen kan? Itu lho, sepatu khas Belanda. Klompen besar di
depan toko itu pun menjadi obyek foto para pengunjung.
Apa saja yang
bisa kita lihat di Damrak? Selain kios-kios souvenir, ada Royal Palace
(Koninklijk Palaeis), Madame Tusaud, Nieuwe Kerk (gereja), National Monument
dan beberapa pusat perbelanjaan mewah. Walaupun gerimis, tempat itu tetap ramai
sampai malam. Dari Damrak, kami menuju ke Nieuwmarkt Square. Di sana terdapat
De Waag atau The Weight House, bangunan kecil mirip kastil yang tersisa dari
abad pertengahan.
Setelah puas di
Damrak, Wim dan Dede mengajak kami makan. Kami menuju tempat makan di daerah
Leidsplein. Ternyata banyak lho restoran Indonesia di sana. Salah satu yang
bikin kami ketawa ternyata ada resto yang namanya “Bojo”. Wim dan Dede
mentraktir kami makan di restoran Puri Mas. Menunya pecel, nasi goreng, dan
ikan. Rupanya mereka memesan juga menu paket yang banyaaak…! Parahnya, Wim
bilang tidak boleh pergi sebelum makanannya habis. Ampun deh. Jadilah kami
makan sampai kekenyangan hahaha.
Setelah makan
malam, kami berkeliling sebentar untuk melihat lokasi Anne Frank Huis. Dede
sudah membelikan tiket untuk kami berdua besok. Alhamdulillah, kalau tidak,
kami harus mengantre panjang untuk masuk ke dalamnya. Jujur saja, sebenarnya
saya cuma pingin tahu kenapa orang-orang rela ngantre panjang demi masuk ke
sini hehehe. Alasan yang kedua, tempat ini menjadi salah satu tempat yang
dikunjungi tokoh dalam film The Fault in Our Stars yang saya tonton.
Setelah
putar-putar sejenak, kami pulang ke hotel. Keesokan harinya, setelah sarapan,
kami berangkat ke Anne Frank Huis. Khusus untuk pengunjung yang sudah memesan
tiket online, dipersilakan lewat pintu samping. Ternyata oh ternyata, sepagi
itu, sudah panjang juga lho antreannya. Kami sempat berseloroh, jangan-jangan
mereka antre dari malam hari.
Dari Damrak,
kami ke apartment Wim dan Dede lagi. Kali ini, mereka menyajikan pecel. Enak
pecelnya, pakai daun boeronkoel (semacam sawi). Setelah makan, Wim akan
mengajak kami ke Wognum, sekitar 40 menit perjalanan mengendarai mobil dari
Amsterdam untuk mengunjungi ibu. Mereka akan mengadakan pesta kecil-kecilan
untuk merayakan ulang tahun Dede, Petra dan Cindy. Petra dan Cindy adalah para
istri dari saudara-saudara laki-laki Wim. Kebetulan mereka berulang tahun di
bulan Januari. Petra dan Cindy masing-masing memiliki seorang anak perempuan
yang lucu.
Kami menikmati
pesta kecil di keluarga tersebut. Rupanya, semua saudara Wim laki-laki. Tiga
diantaranya sudah menikah. Tinggal yang ketiga yang belum menikah. They’re a
nice family. Saya setuju dengan pendapat suami saya yang mengatakan Wim dan
ketiga saudara laki-lakinya tipe family man yang sayang keluarga. Oya, yang
saya suka dari rumah mereka adalah gantungan kartu ucapan di sana-sini. Mereka
ternyata suka mengirimkan kartu satu sama lain. Cute.
Setelah puas di
Wognum, kami melanjutkan perjalanan ke Marken. Tadinya, saya pikir Marken
adalah tempat semacam pasar hehehe. Rupanya saya salah. Marken adalah sebuah perkampungan
di pinggiran laut yang bentuk rumahnya sangat khas. Macam rumah liliput! Saya
suka banget tempat ini. Sayangnya, anginnya kencang. Saya yang dengan pedenya
keluar mobil tanpa bawa membawa topi, sarung tangan, dan syal langsung menutup
kepala dengan jaket. Anginnya benar-benar nggak bersahabat.
Dari Marken
menuju Amsterdam tidak terlalu jauh. Kami mampir ke apartemen Dede dan Wim lagi
untuk makan malam. Kali ini makan bakso buatan Dede. Asli buatan dia sendiri.
Baksonya saja dibuat sepenuh hati penuh kesabaran hehehe. Setelah sholat dan
ngobrol sebentar, kami pamit untuk pergi ke Anne Frank Huis.
Marken, perkampungan rumah-rumah mungil yang lucu. |
Anne Frank Huis
saat malam masih juga banyak yang ngantre. Bikin saya makin penasaran dengan
tempat ini. Buat yang belum tahu siapa si Anne Frank ini, saya ceritakan
sedikit ya. Anne Frank adalah seorang gadis remaja Jerman-Yahudi. Anne Frank
dan keluarganya bersembunyi di rumah itu untuk menghindari kekejian Hitler.
Bangunan kantor ayahnya itu disulap sedemikian rupa menjadi tempat tinggal.
Jadi di dalam kantor tersebut “tersembunyi” rumah. Pintu masuk ke dalam rumah
mereka disembunyikan di belakang rak buku. Selama mereka bersembunyi, Anne
Frank tidak boleh keluar rumah. Bahkan jendela di belakang rumahnya ditutup
sedemikian rupa. Kisah ini ditulis olehnya di Diary of Anne Frank yang telah
dialihbahasa dan bestseller.
Dari Anne Frank
Huis, kami pulang ke hotel, packing untuk perjalanan selanjutnya ke Brussel
esok harinya.
Seru ya mak jalan-jalannya... Rumah-rumah di perkampungan Marken lucu :)
ReplyDeleteIya mak, kayak di negeri liliput
DeleteCantik bangeeet rumah mungilnya, trus halaman belakang hotel itu asri yaa...
ReplyDeleteDan sepiii... Cocok buat nulis, Mbak hehehe
Deleteduuuhh jadi pengin ikutan denganmu Fit :) asyik bin seruuuu perjalanannya
ReplyDeleteAlhamdulillah, seru bingit, Mbak :)
DeleteBikin ngiri aja nih Mak Fita :)
ReplyDeleteStt, kalau jalan sama emak-emak pasti lebih seru ya :)
DeleteSeru ceritanya, Mak. Semoga 3K bisa segera ke sana ya. Aamiin
ReplyDeleteKalau baca buku diary Anne Frank sedih deh mak..berapa mencekam hidupnya. Dam rak memang seruuuuu..sempet nyusuri kanalnya mak? Geser dikit dari dam rak ada red light district tuh mak...kacaauuu deh...
ReplyDelete