Thursday, February 11, 2016

[Proses Kreatif] Ketika Pasu Mencari Ibu

Ketika memutuskan akan mengikuti Lomba Menulis Dongeng Anak KSAN 2015 yang diadakan oleh Nusantara Bertutur, saya yakin akan banyak peserta yang ikut. Oleh karena itu, saya mesti menulis sesuatu yang unik, supaya juri terkesan dengan tulisan saya. Alhamdulillah, dongeng saya yang berjudul “Ketika Pasu Mencari Ibu” terpilih menjadi Dongeng Terbaik Kategori Sanitasi. Apa saja persiapan saya mengikuti lomba tersebut? Berikut ini yang saya lakukan:





Riset
Suka gemes saat mendengar komentar-komentar yang negatif tentang menulis cerita anak. Bagi sebagian orang, menulis cerita anak tampak mudah. Tetapi nggak demikian kenyataannya. Saya mengalami sendiri bolak-balik revisi untuk naskah pictorial book yang saat dicetak hanya 24 halaman. Padahal, satu halaman hanya memuat 3-5 kalimat.
Naskah anak juga perlu riset. Khusus untuk lomba ini, saya perlu waktu lebih dari seminggu untuk riset saja. Saya pegang aturan mainnya, cerita yang saya tulis harus mengandung unsur daerah dan lingkungan (terutama air). Dari awal saya sudah putuskan akan menulis tentang binatang yang hidup di air. Masalahnya, hewan apa yang akan saya tulis? Ikan? Katak? Berang-berang? Atau yang lainnya.
Saya ingin tokoh saya istimewa. Oleh karenanya, saya browsing dulu hewan air khas Indonesia. Yang muncul banyak hahaha. Di situlah kebingungan saya dimulai. Mana yang harus saya pilih?
Supaya bisa masuk ke setting khas Indonesia, saya memutuskan memilih pesut sebagai tokoh cerita saya. Pesut ini hidupnya di Sungai Mahakam. Ada sih pesut di daerah lain di luar Indonesia. Tetapi pesut di Sungai Mahakam dikabarkan sudah langka. Menurut saya, ini menarik untuk diangkat menjadi sebuah cerita.

Pesan
Pesan dalam cerita adalah keharusan buat saya. Tetapi, sebagai penulis, saya belajar untuk tidak menggurui. Oleh karenanya, saya tidak secara eksplisit mengatakan “jangan membuang sampah di sungai”. Saya hanya menampilkan kalimat-kalimat pesan (yang tidak menyerupai pesan, tetapi lebih pada penggambaran situasi dan tindakan) melalui dialog serta deskripsi.
Dalam suatu kompetisi, kita bisa melihat tema besar untuk mendapatkan pesan yang ingin ditampilkan. Nggak heran kalau umumnya cerita para peserta punya pesan moral yang serupa. Lalu bagaimana caranya supaya tulisan kita berbeda? Saya akan beritahukan di bawah ini, pada poin berikutnya.

Diferensiasi
Awalnya, saya menulis cerita dengan tokoh utama seorang anak perempuan. Pesut sebagai tokoh pendamping. Setelah sampai setengah jalan, saya merasa kurang bisa menjiwai tulisan saya sendiri. Tulisan saya terasa kering. 
Saya mencoba sudut pandang lain. Bagaimana kalau tokohnya benda? Misalnya sampah. Ternyata kurang enak juga dibaca. Akhirnya saya pakai pesut sebagai tokoh utama. Ketika pesut menjadi tokoh utama, saya merasa lebih nyaman menuliskannya.
Oya, memilih tokoh utama yang berbeda juga merupakan nilai plus. Apalagi untuk dongeng, tentu tidak apa jika tokohnya bukan manusia. Anak-anak toh suka hewan.

Revisi
Setelah selesai menulis, apakah saya langsung mengirimkan tulisan saya? Tidak. Saya peram dulu beberapa hari, lalu saya baca lagi. Setelah saya merasa fresh akan terlihat kesalahan saya. Mulai dari typo hingga ketidakkonsistenan. Saya juga mulai mengecek kebiasaan pesut, supaya pembaca bisa mendapatkan informasi yang benar. 

Itu saja sih tips dari saya. Mudah-mudahan bermanfaat untuk teman-teman. Aamiin. Kabarnya, cerita tentang Pasu ini akan diterbitkan dalam kumpulan cerita karya para finalis lomba menulis ini. Nanti kalau sudah terbit, pada beli ya. [Fita Chakra]

13 comments :

  1. Wah terima kasih tipsnya, Kak Fita. Layak juara karena prosesnya juga sedemikian rupa. Selamat, Kak :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih, Mbak Hairi Yanti. Saya masih terus belajar :)

      Delete
  2. Beneeerr, nulis cerita anak susah, saya aja blm ada karya :))
    Kalau menurut saya, menulis cerita anak tu susahnya di ide yg orisinil, saya suka gak pny ide :D

    Mbak Fita, nggak ada rencana ngadain kelas menulis buat emak2 kah? Pengen diajari juga hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dulu pernah ngadain kelas nulis, Mbak. Hayuk kapan-kapan atur aja waktunya, kumpulin teman. Kita belajar bareng. :)

      Delete
  3. bagian pesan yang tidak menggurui di bagian mana mbak di bawahnya? menunggu penjelasan.
    salam kenal mbak, saya Fitri, mahasiswa tingkat akhir UGM, ingin sekali belajar menulis cerita anak . kalau boleh, saya ingin berguru ya mbak pada Mbak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal, Mbak. :) Sepertinya kalimat saya rada membingungkan ya? Maksud saya, bukan "bagian pesan yang menggurui" yang ada di bawah tetapi "cara supaya tulisan kita berbeda" (saya edit sedikit kalimatnya). Untuk pesan tidak menggurui, intinya, usahakan untuk menyelipkan pesan dalam cerita, dengan adegan atau dialog.

      Delete
  4. Makasih udah berbagi ya, Mbak Fita :)

    ReplyDelete
  5. wah keren kak ... terima kasih atas sharingnya ke Diy Ara :)

    ReplyDelete
  6. Wah, kreatifitas yang bermanfaat sekali. makasih mba sudah berbagi

    ReplyDelete
  7. Sharig yang anagt membantu sekaliiii ^^

    ReplyDelete
  8. Duuh, tiap kali liat blogger posting tulisan yg dimuat di media, saya mupeeng huhu

    ReplyDelete