Monday, January 4, 2016

Menjadi Guru

Postingan ini seharusnya sudah saya posting saat Hari Guru. Tetapi karena kesibukan dan sebagainya, yang sering menjadi excused saya, akhirnya baru bisa saya tulis sekarang. Ya sudahlah, daripada tidak sama sekali kan?

Menjadi guru adalah sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Suer. Dari kecil yang paling sering saya impikan adalah menjadi penulis (yang alhamdulillah terkabul), punya bisnis yang menjanjikan (someday, insya Allah), dan jalan-jalan keliling dunia (aamiin) *maaf jika saya terlalu banyak meminta, Ya Allah. 


Tapi Allah berkehendak lain. Siapa sangka sekarang saya menjadi guru seminggu sekali? 

Saya ceritakan awalnya saya mengajar ya. 

Beberapa tahu lalu, saya menawarkan proposal ekskul menulis di sekolah anak saya. Waktu itu, tidak ada ekskul menulis, sementara saya mengenal beberapa teman anak saya yang suka menulis. Termasuk putri sulung saya. Sayang sekali kalau minat mereka tak tersalurkan.

Ternyata, proposal saya tak langsung diterima, Sodara-sodara. Butuh waktu sekitar setahun sampai akhirnya sekolah menyetujui proposal saya. Mungkin, karena pihak sekolah ingin melihat kesungguhan saya, juga mempelajari dulu profil saya. 

Begitulah, saya pun mengajar seminggu sekali selama 10 kali pertemuan dalam satu semester. Bagaimana rasanya? Jujur saja, awalnya saya nervous hahaha. Setiap kali mau mengajar, saya deg-degan, takut ditanya macam-macam sama murid-murid saya. Tahu sendiri kan, pertanyaan anak-anak suka di luar dugaan. Untungnya, rasa cemas ini hanya terjadi sekali dua kali pertemuan saja. Selanjutnya, saya selalu menantikan saat bertemu mereka, murid-murid saya yang banyak tanya! 

Apa sukanya menjadi guru?

Pertama, saya belajar banyak dari murid-murid saya. Belajar? Iya, belajar. Sesungguhnya, bukan saya yang mengajar mereka, tapi sebaliknya. Saya belajar untuk menghargai pendapat mereka. Saya belajar untuk tidak menilai kemampuan mereka (karena saya pernah merasa tertampar saat mengetahui hasil tulisan seorang murid saya yang special need jauh lebih baik dari murid lainnya). Saya belajar bersabar menghadapi tingkah mereka. Saya belajar tertawa dan lebih santai menghadapi hari saat mendengar celoteh mereka.

Kedua, saya menikmati perhatian kecil mereka. Sementara mereka tak tahu kalau saat saya membaca surat mereka di akhir semester, saya terharu. Saya membayangkan mata mereka berbinar-binar penuh harap dengan suka cita, hanya karena mereka menuliskan sebaris kalimat ini: "Ibu, kelak aku ingin punya toko buku yang isinya buku-buku hasil karyaku. Terima kasih sudah menjadi inspirasiku." Atau kalimat ini, "Aku senang belajar di kelas ini. Kenapa hanya 10 kali pertemuan, Bu? I love you." Uhuk! Gimana nggak meleleh bacanya?

Saya dan murid-murid saya semester llu. Foto: Dok. Pri.
Ketiga, bertemu mereka menjaga level kewarasan saya. Entah kenapa, saya merasa lebih fresh setelah mengajar (mungkin karena hanya seminggu sekali? Coba nanti saya tanya sama guru anak saya yang mengajar setiap hari hihi). Rutinitas rumah tangga, terkadang membuat saya jenuh. Mengajar adalah kegiatan yang membantu saya keluar dari kejenuhan selain menulis.

Lalu, apa dukanya menjadi guru?

Hmm, hampir tak ada sih. Karena saya menjalaninya dengan hati bahagia. Tetapi, kalau boleh menyebutkan, beberapa hal yang kurang saya sukai saat mengajar adalah:

Pertama, ketika ada orangtua yang memaksakan anaknya ikut kelas saya, tapi tidak mendampinginya dan memberikan pemahaman pentingnya materi saya.

Kedua, kalau ada orangtua yang maunya instan. Baru juga anaknya ikut kelas saya, sudah dituntut bisa nulis novel, misalnya. Padahal, belajar itu proses.

Ketiga, kalau ada orangtua yang nyuruh-nyuruh anaknya baca, sementara dia sendiri nggak mau baca, atau malah tidak memberikan fasilitas seperti membelikan buku untuk anaknya. Haduh.

Ya, begitu saja sih curhat saya. Btw, saya suka quote ini:

The mediocre teacher tells. The good teacher explaines. The superior teacher demonstrates. The great teacher inspires. -William Arthur Ward.




7 comments :

  1. nah makanay aku serahin ke pascal ikut ekskul apa supaya enjoy menjalaninya

    ReplyDelete
  2. aku pernah juga nyuruh anakku ikutan ekskul menulis tapi anaknya gak mau, ya gak maksa deh

    ReplyDelete
  3. jdi guru nulis itu memang banyak tantangan...tantangannya ya itu tadi...kalau banyak yg tanya macam2... :D

    ReplyDelete
  4. Hal2 yang Mbak Fit ngga sukai di paragraf terakhir itu jadi bahan introspeksiku, mudah2an aku ga jadi ortu yang kaya gitu ya.

    ReplyDelete