Saturday, December 7, 2013

[Cerita Anak] Pencuri Bulan

Cerita ini pernah dimuat di Mombi Volume 36 Tahun 2008.

Pencuri Bulan
Beberapa hari belakangan Mimi senang melongok ke luar jendela kamar ketika akan bersiap tidur. Dari jendela kamarnya, Mimi bisa melihat bulan dengan jelas. Mimi baru menyadari, ternyata bulan bisa begitu indahnya bersinar terang. Warnanya kuning keemasanan dan berbentuk bulat, membentuk satu lingkaran utuh yang sempurna. Betapa indahnya bulan itu! Pikir Mimi dalam hati.
Mimi memperhatikan bulan itu. Terkadang saat awan melintas, sesaat bulan menghilang terhalang awan. Tetapi kemudian sinarnya kembali menerobos sela-sela awan yang tipis. Dan bulan pun nampak kembali ketika awan menjauh darinya.
Bulan membuat Mimi berlama-lama di depan jendela. Langit berhias bulan dengan bintang-bintang di sekelilingnya sungguh menarik hatinya. Mimi jadi tak sabar menanti malam. Sambil memandang bulan di atas sana, dia membayangkan rasanya terbang ke bulan.
Pada hari ketiga Mimi mengamati bulan, Mimi merasa ada yang janggal. Bentuk bulan tak lagi bulat sempurna. Namun bagian tepinya hilang sebagian.
”Mengapa bulan tidak kelihatan utuh? Kemana hilangnya tepi bulan itu, Pusi?” tanya Mimi pada Pusi, kucing kesayangannya.
Pusi mengeong pelan. Tidak mengerti apa yang dimaksudkan Mimi.
Mimi berpikir mungkin ada awan yang melintas dan menutupi sebagian bentuk bulan. Ditunggunya sesaat. Semenit, dua menit, sampai satu jam...
Bentuk bulan masih tetap seperti semula. Tepi bulan hilang, membuat bulan tak lagi berbentuk utuh. Mimi sedih. Siapa yang memakan bulan? Batinnya bertanya-tanya.
Beberapa hari berikutnya, semakin banyak tepian bulan yang hilang. Bahkan bulan kini berbentuk sabit. Sudah separuh bagian lebih yang hilang. Mimi mulai merasa cemas.
”Pusi, jika bulan diambil sedikit demi sedikit, lama kelamaan bulan akan habis. Kita tak akan bisa lagi memandanginya di malam hari,” keluh Mimi pada Pusi.
Pusi mengibaskan ekornya sambil mengeong-ngeong, seakan mengerti apa yang dikatakan Mimi.
Kukuk....! Kukuk....! Kukuk....!
Tiba-tiba terdengar suara burung hantu. Mimi menoleh. Ada seekor burung hantu bertengger di atas pohon. Burung hantu itu mengusap-usap mulut dengan sebelah sayapnya. Mungkin burung hantu itu usai makan. Apa yang dimakan burung hantu itu?
”Pusi, jangan-jangan burung hantu yang memakan bulan...” celetuk Mimi sambil berpikir. Burung hantu di ranting pohon tersebut terbang entah kemana. Meninggalkan suara yang sayup-sayup hilang tertiup angin.
Kukuk...! Kukuk...!
Mimi termenung. Masih memikirkan ada apa gerangan dengan bulan? Benarkah burung hantu yang memakannya?
”Tapi... Tidak mungkin burung hantu bisa terbang jauh sampai ke bulan. Kata Ibu, bulan jauh sekali letaknya.” Mimi berkata pada dirinya sendiri.
”Iya, pasti bukan burung hantu yang memakannya. Jika bukan karena terhalang awan dan bukan karena burung hantu memakannya, lalu mengapa bulan tak lagi berbetuk bulat?” tanya Mimi resah. Bulan yang cantik, yang selalu dirindukannya setiap malam, kini tak lagi berbentuk bulat.  Warnanya pun tak lagi kuning keemasan, melainkan berwarna kuning pucat, seperti memudar warnanya.
Hari demi hari, Mimi semakin sering mengamati bulan. Dia ingin tahu siapakah yang mengambil bulan sedikit demi sedikit. Hingga suatu hari, Mimi sungguh terkejut ketika memandang keluar jendela sebelum tidur.
Bulan itu hilang!
Sama sekali tidak terlihat sedikitpun sisa-sisanya. Mimi cemas. Siapa yang mencuri bulan?
”Hei, siapa sebenarnya mencuri bulan?!” teriak Mimi keluar jendela.
Hanya suara hembusan angin yang terdengar.
”Ayo, tunjukkan dirimu, si pencuri bulan!” kata Mimi lagi. Dia benar-benar merasa kesal karena bulan kesayangannya lenyap tak berbekas.
Mendengar Mimi berteriak-teriak di dalam kamarnya, Ibu masuk ke dalam kamar Mimi dan bertanya dengan khawatir, ” Ada apa, Mimi? Kenapa berteriak-teriak begitu?”
Mimi menceritakan semuanya pada Ibu.
”Bagaimana mungkin bulan bisa menghilang begitu saja, Bu? Siapa yang mencuri bulan?” tanya Mimi mengakhiri ceritanya.
Ibu tersenyum mendengar cerita Mimi.
”Mimi, bulan tidak menghilang. Bulan tetap ada tetapi kita tidak bisa melihatnya karena bulan sedang berada di belahan bumi yang lain.”
”Bagaimana itu bisa terjadi, Bu?”
”Bulan dan bumi merupakan benda langit yang bergerak memutar. Karenanya kita tidak bisa selalu melihat bulan dalam bentuk yang utuh. Bulan bisa berada menghadap belahan bumi lainnya. Jika itu terjadi, kita akan melihatnya dalam bentuk sabit, setengah lingkaran, dan lingkaran yang tidak sempurna. Bulan hanya bisa terlihat sempurna setiap bulan sekali,” jelas Ibu panjang lebar.
”O, begitu ya, Bu. Mimi kira ada yang mencuri bulan...” kata Mimi tersipu malu.
Ibu tersenyum lagi.
”Ayo, sekarang Mimi harus tidur. Jangan khawatir bulan akan muncul kembali sedikit demi sedikit.”
Mimi pun merebahkan diri di kasurnya yang empuk. Rasa khawatirnya hilang.
”Bulan yang cantik, aku akan menunggumu muncul kembali,” bisik Mimi sebelum tidur. [Fita Chakra]

No comments :

Post a Comment