Cerita ini pernah dimuat di Mombi Volume 36 Tahun 2008.
Pencuri Bulan |
Beberapa hari belakangan Mimi senang melongok ke
luar jendela kamar ketika akan bersiap tidur. Dari jendela kamarnya, Mimi bisa
melihat bulan dengan jelas. Mimi baru menyadari, ternyata bulan bisa begitu
indahnya bersinar terang. Warnanya kuning keemasanan dan berbentuk bulat, membentuk
satu lingkaran utuh yang sempurna. Betapa indahnya bulan itu! Pikir Mimi dalam
hati.
Mimi
memperhatikan bulan itu. Terkadang saat awan melintas, sesaat bulan menghilang
terhalang awan. Tetapi kemudian sinarnya kembali menerobos sela-sela awan yang
tipis. Dan bulan pun nampak kembali ketika awan menjauh darinya.
Bulan
membuat Mimi berlama-lama di depan jendela. Langit berhias bulan dengan
bintang-bintang di sekelilingnya sungguh menarik hatinya. Mimi jadi tak sabar
menanti malam. Sambil memandang bulan di atas sana, dia membayangkan rasanya
terbang ke bulan.
Pada
hari ketiga Mimi mengamati bulan, Mimi merasa ada yang janggal. Bentuk bulan
tak lagi bulat sempurna. Namun bagian tepinya hilang sebagian.
”Mengapa
bulan tidak kelihatan utuh? Kemana hilangnya tepi bulan itu, Pusi?” tanya Mimi
pada Pusi, kucing kesayangannya.
Pusi
mengeong pelan. Tidak mengerti apa yang dimaksudkan Mimi.
Mimi
berpikir mungkin ada awan yang melintas dan menutupi sebagian bentuk bulan.
Ditunggunya sesaat. Semenit, dua menit, sampai satu jam...
Bentuk
bulan masih tetap seperti semula. Tepi bulan hilang, membuat bulan tak lagi
berbentuk utuh. Mimi sedih. Siapa yang memakan bulan? Batinnya bertanya-tanya.
Beberapa
hari berikutnya, semakin banyak tepian bulan yang hilang. Bahkan bulan kini
berbentuk sabit. Sudah separuh bagian lebih yang hilang. Mimi mulai merasa
cemas.
”Pusi,
jika bulan diambil sedikit demi sedikit, lama kelamaan bulan akan habis. Kita
tak akan bisa lagi memandanginya di malam hari,” keluh Mimi pada Pusi.
Pusi
mengibaskan ekornya sambil mengeong-ngeong, seakan mengerti apa yang dikatakan
Mimi.
Kukuk....!
Kukuk....! Kukuk....!
Tiba-tiba
terdengar suara burung hantu. Mimi menoleh. Ada seekor burung hantu bertengger
di atas pohon. Burung hantu itu mengusap-usap mulut dengan sebelah sayapnya.
Mungkin burung hantu itu usai makan. Apa yang dimakan burung hantu itu?
”Pusi,
jangan-jangan burung hantu yang memakan bulan...” celetuk Mimi sambil berpikir.
Burung hantu di ranting pohon tersebut terbang entah kemana. Meninggalkan suara
yang sayup-sayup hilang tertiup angin.
Kukuk...!
Kukuk...!
Mimi
termenung. Masih memikirkan ada apa gerangan dengan bulan? Benarkah burung
hantu yang memakannya?
”Tapi...
Tidak mungkin burung hantu bisa terbang jauh sampai ke bulan. Kata Ibu, bulan
jauh sekali letaknya.” Mimi berkata pada dirinya sendiri.
”Iya,
pasti bukan burung hantu yang memakannya. Jika bukan karena terhalang awan dan
bukan karena burung hantu memakannya, lalu mengapa bulan tak lagi berbetuk
bulat?” tanya Mimi resah. Bulan yang cantik, yang selalu dirindukannya setiap
malam, kini tak lagi berbentuk bulat. Warnanya pun tak lagi kuning keemasan,
melainkan berwarna kuning pucat, seperti memudar warnanya.
Hari
demi hari, Mimi semakin sering mengamati bulan. Dia ingin tahu siapakah yang
mengambil bulan sedikit demi sedikit. Hingga suatu hari, Mimi sungguh terkejut
ketika memandang keluar jendela sebelum tidur.
Bulan
itu hilang!
Sama
sekali tidak terlihat sedikitpun sisa-sisanya. Mimi cemas. Siapa yang mencuri
bulan?
”Hei,
siapa sebenarnya mencuri bulan?!” teriak Mimi keluar jendela.
Hanya
suara hembusan angin yang terdengar.
”Ayo,
tunjukkan dirimu, si pencuri bulan!” kata Mimi lagi. Dia benar-benar merasa
kesal karena bulan kesayangannya lenyap tak berbekas.
Mendengar
Mimi berteriak-teriak di dalam kamarnya, Ibu masuk ke dalam kamar Mimi dan
bertanya dengan khawatir, ” Ada apa, Mimi? Kenapa berteriak-teriak begitu?”
Mimi
menceritakan semuanya pada Ibu.
”Bagaimana
mungkin bulan bisa menghilang begitu saja, Bu? Siapa yang mencuri bulan?” tanya
Mimi mengakhiri ceritanya.
Ibu
tersenyum mendengar cerita Mimi.
”Mimi,
bulan tidak menghilang. Bulan tetap ada tetapi kita tidak bisa melihatnya
karena bulan sedang berada di belahan bumi yang lain.”
”Bagaimana
itu bisa terjadi, Bu?”
”Bulan
dan bumi merupakan benda langit yang bergerak memutar. Karenanya kita tidak
bisa selalu melihat bulan dalam bentuk yang utuh. Bulan bisa berada menghadap
belahan bumi lainnya. Jika itu terjadi, kita akan melihatnya dalam bentuk
sabit, setengah lingkaran, dan lingkaran yang tidak sempurna. Bulan hanya bisa
terlihat sempurna setiap bulan sekali,” jelas Ibu panjang lebar.
”O,
begitu ya, Bu. Mimi kira ada yang mencuri bulan...” kata Mimi tersipu malu.
Ibu
tersenyum lagi.
”Ayo,
sekarang Mimi harus tidur. Jangan khawatir bulan akan muncul kembali sedikit
demi sedikit.”
Mimi
pun merebahkan diri di kasurnya yang empuk. Rasa khawatirnya hilang.
”Bulan
yang cantik, aku akan menunggumu muncul kembali,” bisik Mimi sebelum tidur. [Fita Chakra]
No comments :
Post a Comment