Duet Balet, dimuat di Bobo 7 Maret 2013 |
“Stt… Bulan, anter dong. Aku kebelet pipis,”
bisik Rania pada Bulan.
Tanpa
bertanya-tanya, Bulan mengangguk. Mereka berdua lalu beriringan pergi ke kamar
mandi. Sampai di kamar mandi perempuan, Bulan menunggu Rania di depan pintu
kamar mandi. Rania masuk tanpa menguncinya.
“Jagain
ya. Jangan ke mana-mana,” kata Rania membiarkan pintu kamar mandi terbuka
sedikit.
“Sip,”
sahut Bulan pendek. Keringat dingin mulai membasahi tangannya. Napasnya sesak.
Kepalanya pusing dan jantungnya berdebar-debar. Meski sudah sering masuk ke
dalam kamar mandi itu, selalu saja ketakutan menyergapnya. Tapi melihat Bulan
ada di dekatnya, dia tak terlalu khawatir.
Bulan sudah terbiasa dengan
kebiasaan Rania. Sementara Rania pipis, mata Bulan sigap mengawasi orang yang
lalu lalang di depan kamar mandi perempuan. Di tempat les balet mereka ada
empat kamar mandi. Saat itu hanya kamar mandi yang digunakan Rania yang terisi.
Kamar mandi itu yang paling dekat pintu keluar. Namun tak lama kemudian seorang
anak masuk, hampir saja dia menuju kamar mandi yang digunakan Rania.
“Sudah
belum?” tanya Bulan dengan suara keras.
“Sebentar,”
jawab Rania dari dalam kamar mandi.
Anak
perempuan yang hampir masuk ke dalam kamar mandi Rania langsung mundur. Bulan
sengaja berteriak karena Rania tidak pernah mengunci pintu kamar mandi saat
pipis.
“Maaf,
aku nggak tahu kalau kamar mandi itu terisi,” katanya. Dia lalu masuk ke kamar
mandi lain.
Rania
ke luar dari kamar mandi.
“Hampir
saja ada yang masuk ke kamar mandi ini,” lapor Bulan.
“Makasih
ya, Bulan,” kata Rania.
Bulan
hanya mengangguk.
“Sampai
kapan kamu minta ditemani saat ke kamar mandi, Rania? Aku sih nggak keberatan
menemani. Tapi, kurasa suatu saat kita pasti nggak bisa bersama. Jadi kamu
harus berlatih ke kamar mandi sendiri,” kata Bulan serius.
Rania
mengangkat bahu. Dia juga membayangkan jika itu terjadi. Tapi nggak pernah bisa
melepaskan ketakutannya berada di dalam ruangan sempit.
Kamar mandi di tempat les
balet itu merupakan salah satu tempat sempit yang membuatnya takut. Rasanya
seperti tempat itu akan memakannya. Bagian atas kamar mandi itu nggak setinggi
kamar mandi di rumahnya. Lagi pula ukurannya hanya sekitar 2 meter persegi.
“Kata
Ibu kamu menderita Claustraphobia, takut tempat sempit,” kata Bulan.
“Aku
tahu. Aku juga benci berada di lift,” keluhnya. “Stt… jangan keras-keras. Ada
Fira,” Rania mengingatkan. Kalau sampai Fira tahu, gawat! Fira suka sekali
mengolok-oloknya.
“Besok
kita lihat siapa yang bisa menari lebih bagus,” kata Fira sambil
berputar-putar. Hari ini adalah hari terakhir mereka latihan. Besok mereka akan
duet menarikan sebuah tarian balet. Meskipun menari bersama, Fira masih saja
menganggap Rania sebagai saingannya.
“Kalian
berdua sama bagusnya,” ujar Bulan.
Fira
mendengus kesal.
“Tentu
saja tetap aku yang paling bagus,” dia tak mau kalah. “Sampai ketemu besok.”
*
Rania
gelisah bukan main. Sudah sejak tadi dia menahan pipis. Tapi dia tak bisa
meminta Bulan menemaninya. Bulan sedang tampil sekarang. Setelah penampilan
Bulan, gilirannya dan Fira yang tampil. Kedua orang tuanya tentu sudah duduk di
depan panggung. Tak mungkin minta tolong mereka menemani ke kamar mandi.
“Kenapa
kamu?” tanya Fira tiba-tiba.
“Pengen
pipis…” jawab Rania akhirnya.
“Ya
sudah pipis saja sana,” kata Fira cuek. Dia lalu sibuk melihat-lihat penampilan
Bulan dan beberapa orang temannya yang sedang menampilkan adegan peri-peri
berkumpul di awan.
Rania
diam. Tapi dalam hati dia ingin sekali minta tolong pada Fira untuk
mengantarkannya ke kamar mandi. Meskipun sesungguhnya Rania tak suka padanya.
“Ngg…
Fira,” panggilnya ragu-ragu.
“Apa?”
sentak Fira judes. “Buruan pipis sana. Bentar lagi giliran kita.”
“Tolong
antarkan aku dong. Aku… Aku takut ke kamar mandi sendirian,” pinta Rania
memelas.
Mata
Fira membelalak tak percaya. Lalu dia tertawa terbahak-bahak.
“Kamu
takut di kamar mandi?”
Rania
mulai berkeringat. Sekarang selain menahan pipis, dia juga khawatir jika Fira
mengatakan pada semua orang tentang ketakutannya pada tempat sempit.
“Aku…
Aku takut berada di tempat sempit. Aku… claustrophobia,” ujar Rania
tersendat-sendat.
Fira
memandangnya. Tadinya dia ingin membiarkan saja. Tapi bagaimana kalau nanti
Rania tak bisa menari balet dengan baik karena menahan pipis? Bisa-bisa mereka
berdua ditertawakan. Bagaimana pun mereka tampil duet, jika penampilan Rania
buruk, Fira juga akan terlihat menari buruk. Tiba-tiba dia jatuh kasihan pada
Rania.
“Ya
sudah yuk cepat,” katanya sambil menarik tangan Rania.
Mereka
segera menuju ke kamar mandi. Usai pipis, Rania merasa lega.
“Terima
kasih, Fira,” katanya. “Ngomong-ngomong, kok kamu mau sih mengantarkan aku? Kan
kamu benci banget sama aku.”
“Kita
kan tampil duet, Rania. Sebuah tim nggak akan terlihat bagus jika salah satu
orang berpenampilan buruk. Aku nggak mau timku tampil buruk,” sahut Fira.
Rania
tersenyum senang. Rupanya Fira nggak
seburuk yang dibayangkan.
“Tenang
saja, aku nggak akan bilang kalau kamu takut tempat sempit,” janji Fira.
“Terima
kasih sekali lagi,” ucap Rania tulus.
Mereka
lalu berlari menuju panggung. Kali ini Rania yakin penampilan mereka sangat
bagus. [Fita Chakra]
ceritanya keren,, jadi pengen liat duet nya
ReplyDeleteMakasih ya sudah berkunjung :) Duetnya bisa dibayangkan dulu hehe
Delete