Tuesday, March 6, 2018

[Mom and Teen's Talk] Tentang Menonton Film

Bismillahirohmanirrohim.



"Aku pingin nonton film itu."
"Kenapa? Itu kan 13 tahun ke atas."
"Ya, kan aku udah baca bukunya. Aku pingin lihat, sama nggak filmnya dengan yang di buku. Bunda temani, ya."

Sebelum masuk pada judul di atas, saya ingin jelaskan bahwa sub tema Mom and Teen's Talk ini berkisah tentang segala sesuatu yang saya dan Kakak (putri sulung saya) perbincangkan. Sengaja saya tuliskan di sini untuk pengingat diri saya sendiri. Bukan untuk mengajari. Bukan karena saya merasa yang paling benar. Saya yakin setiap ibu punya pertimbangan masing-masing untuk menerapkan pola asuh yang sesuai dengan karakter anaknya. Jadi, apapun yang saya ceritakan di sini, jangan semata-mata diambil karena belum tentu cocok dengan kondisi keluarga lain. Silakan ambil yang baik-baik saja, karena sebagai ibu, saya masih harus terus belajar.

Baiklah, awalnya begini, di keluarga kami, ada aturan bahwa anak-anak hanya boleh menonton film yang sesuai dengan usia mereka. Kenyataannya, ada beberapa kondisi yang membuat saya dan Kakak (yang usianya hampir 13 tahun) untuk selalu beradu argumen.

Pertama, saat teman-teman sebayanya mengajak menonton film di atas 13 tahun. Kedua, saat dia merengek minta nonton film yang versi bukunya sudah dibaca (ini beberapa kali terjadi, karena saya hampir tidak pernah melarang dia membaca buku apapun. Tentang ini, ada sebabnya, di masa kecil, kedua orangtua saya membanjiri saya dengan berbagai jenis buku dan hampir selalu kami bahas isinya. Keluarga kami terbuka mengenai berbagai hal). Ketiga, ketika ayahnya nonton film di TV, semacam superhero dan futuristik, dia ingin ikut nonton.

Jadi begitulah. Adu argumen itupun berujung kompromi pada akhirnya. Ketika suatu hari, Kakak bilang ingin nonton suatu film yang versi bukunya sudah dia baca jauh sebelum film ini ramai dibicarakan orang, saya sudah tahu alasannya kenapa dia ngotot. Karena dia ingin tahu apakah versi buku dan filmnya sama? Lalu kami buat kesepakatan bahwa dia boleh menonton film itu asalkan kami temani.

Pun ketika beberapa orang teman saya yang tahu hal itu mengingatkan saya dengan berbagai argumen  yang saya tahu itu sudah saya pertimbangkan sebelumnya, saya tidak mau banyak komentar. Sekali lagi, setiap ibu punya pertimbangan masing-masing memutuskan yang terbaik untuk anaknya. Demikian juga saya. Lebih baik anak saya nonton dengan saya dan kami bisa bahas isi filmnya, daripada saya larang lalu dia nonton dengan temannya.

Lalu apa hasil diskusinya? 

"Gimana ceritanya, Kak?"
"Bagus sih, sama kayak di buku. Hanya beberapa adegan yang dihilangkan. Eh, tapi settingnya dapat banget ya, Bun."
"Menurut kamu, tokohnya gimana? Kelihatan perfect banget ya, Kak?"
"Nggaklah, pasti ada kekurangannya juga. Kalau bagus semua sifatnya kan nggak seru, Bun."
"Hahaha bener juga. Bolehlah belajar dari kelebihannya. Setiap film atau buku yang kita baca, ambil yang baik-baik saja ya."

Jadi begitulah. Ada banyak hal yang saya pelajari dari perbincangan kami, Saya belajar untuk mendengarkan pendapat anak, walau tentu, ada hal-hal prinsip yang saya pegang. Saya belajar untuk menjadi teman diskusinya, walau sering kali masih trial dan error untuk sepakat. Menjadi orangtua memang tidak mudah, belajarnya seumur hidup. [Fita Chakra]






3 comments :

  1. Kalau aku biasanya bilang sama Pascal buku pasti lebih detil drpd film krn di film terbatas waktu biar dia ga kecewa atau terlalu membandingkan

    ReplyDelete
  2. Betul mbaaa.. ambil manfaat dan pesan baiknya kalau nonton film dan baca buku

    ReplyDelete
  3. Yah betul, belajarnya seumur hidup ya menjadi orang tua itu. Mendampingi anak saat masih bayi, tidak sama dengan saat anak usia SD, tidak sama juga saat anak masuk usia remaja dan seterusnya. Tiap ortu juga pasti cara mendidik dan mendampingi anak bisa berbeda.

    ReplyDelete