Tuesday, February 10, 2015

Venezia, The Water City #TravellingtoEurope (Part 8)

Dari Paris, perjalanan kami berlanjut ke Venezia. Kami menggunakan kereta Thello yang berangkat dari Gare de Lyon Paris pada pukul 19.59 (nanggung amat ya jamnya hehehe) dan perkiraan sampai  pada pukul 09.35 keesokan harinya di St. Lucia Venezia. Kali ini, kami bermalam di kereta, sehingga tidak booking hotel. Rencananya, kami langsung berangkat ke tujuan berikutnya yaitu Vienna setelah berjalan-jalan seharian di Venezia.

Kami memesan seat yang berada di kompartemen. Di dalam kompartemen tersebut bisa diisi oleh 4 orang. Seat-nya bisa dipakai tidur. Ada dua di bawah dan dua di atas. Tadinya, saya mau tidur di atas, tapi ternyata saya malah cemas, takut jatuh *tepok jidat. Akhirnya saya pindah ke bawah. Untunglah, penumpang lain di dalam kompartemen kami mau bertukar tempat. Selain kami berdua ada dua orang lain di dalam kompartemen. Seorang lelaki India dan nenek-nenek yang turun beberapa menit sebelum St. Lucia. Si nenek-nenek ini tergolong cerewet walau logatnya rada susah saya pahami.

Kompartemen memiliki pintu yang bisa dikunci. Nah, si nenek inilah yang rajin membuka dan mengunci pintu. Bahkan, saat saya ke kamar mandi dan rada bingung dengan posisi kamar mandinya, beliau mengikuti saya lalu menunjukkan arah yang benar. Alhamdulillah, jadi merasa aman, deh.

Yang bikin deg-degan nih, petugas kereta datang dan meminta paspor kami. “I will give back your passport tomorrow, an hour before St Lucia.” Nah, lo. Gimana ceritanya paspor kok dibawa orang lain? Kalau hilang bagaimana? Kalau nggak balik bagaimana? Sebenarnya sih, kami sudah membaca tentang  kemungkinan ini di sebuah blog.  Alasan yang dikemukakan petugas kereta karena tidak mau membangunkan penumpang berulang-ulang. Soalnya, kereta akan melewati beberapa kali perbatasan, jadi pastinya akan beberapa kali diperiksa paspor. Tapi tetap saja, dagdigdug berlanjut. Paspor itu identitas kami gitu lho. Alhamdulillah, paspor dikembalikan tepat waktu.

Setelah bermalam di kereta (dan sempat terbangun beberapa kali, takjub melihat pegunungan es di luar jendela hahaha, maklum baru pertama kali lihat), paginya kami tiba di St. Lucia. Seperti yang kami rencanakan, koper kecil dan backpack besar kami titipkan di penitipan di stasiun tersebut supaya kami lebih bebas berjalan.


Depan Stasiun St. Lucia
Begitu keluar, langsung saja angin menyerbu. Brrr… dingin! Sarung tangan, topi dan jaket kami rapatkan. Selama perjalanan tetap saya ingat pesan Mak Indah, “Hati-hati, copet.” Jadilah, tas selempang tetap saya taruh di depan badan. Passpor dan uang di dalam dompet yang saya simpan di balik sweater. Demikian juga suami.

Di depan stasiun tampak kanal besar yang dipenuhi gondola dan bis air. Kami berencana berjalan dulu. Kalau capek, baru pulangnya naik bis air. Naik gondola sih terdengar romantis. Tapi nggak romantis lagi kalau setelahnya mesti bayar 80 Euro (hitung sendiri ya dengan kurs 1 Euro setara Rp 15.400, saat itu) *pingsan. Untuk night tour tarifnya 100 Euro. Pokoknya, di Venezia semua serba air.

Deretan gondala parkir
Kami pun berjalan menyeberangi jembatan. Saya sendiri sebenarnya tidak terlalu suka wisata air, tapi Venezia yang cantik rupanya bisa memesona saya. Pasalnya, bangunan kuno, air, dan gondola tampak menjadi kombinasi yang menarik saat diabadikan. Ngomong-ngomong, untung saja saya bersama suami. Kalau tidak, sudah pasti saya tersesat. Semua gang di Venezia tampat serupa meski ada papan petunjuknya.

Tempat yang menjadi tujuan kami tidak terlalu banyak. Kami mengikuti panduan dari blog para pelancong dan buku-buku travelling. Piazza San Marco, Rialto Bridge and Market, Gereja St. Marks Basilica, dan jalan-jalan saja kemana kaki melangkah deh.


Buah-buahan dan sayur di pasar. Segar ya.
Jalan-jalan di Venezia, menyerupai gang senggol. Jalannya kecil dan jarak antar bangunan mepet. Di sepanjang jalan-jalan kecil itu, terutama di Marcerie Street banyak toko-toko yang menjual souvenir seperti gantungan kunci, magnet kulkas, topeng, kaos dan sebagainya. Kami hanya membeli sedikit magnet dan gantungan kunci, untuk meringankan bawaan. Selain toko souvenir banyak juga lho butik-butik mewah. Nah, kalau mau beli oleh-oleh yang terjangkau di sini, belilah make up bermerek Kiko Milano. Kalau mau beli yang sedikit lebih mahal, produk tas dan dompet kulit juga bisa menjadi pilihan buah tangan.

Saya kira, di sini saya nggak akan menemukan orang-orang membawa tongsis selain wisatawan. Ternyata dugaan saya salah. Malahan banyak penjaja tongsis yang menawarkan selfie stick (kata mereka). Wah, ternyata tongsis sudah mendunia!


Setelah melewati gereja dan Rialto Bridge, kami tiba di Piazza San Marco. Piazza San Marco ini semacam alun-alun yang dikelilingi banyak bangunan tua. Waktu kami datang, matahari sedang bersinar sehingga sinarnya membentuk siluet cantik saat saya memotret. Selain banyak orang (pastinya), di tempat ini juga burung merpati terbang. Beberapa wisatawan sengaja memberi makan mereka supaya saat difoto tampak menarik. Saya bilang pada suami, supaya berhati-hati kalau kena kotoran burung itu, bisa bahaya nanti hehehe.


Piazza San Marco

Sambil jalan, kami mencoba mencari resto yang menyediakan makanan halal. Tentu saja, saya juga mencoba gelatto yang hmm… enak! Eh, di jalan kami menemukan Vin Brulle yang sempat dikatakan Wim sebagai hot wine. Entah seperti apa penampakannya, yang jelas banyak deh di sana. Pencarian resto berakhir di sebuah resto kecil yang cukup nyaman. Kami memesan vegetable pizza dan sup krim ayam. Sengaja kami masuk resto supaya bisa numpang ke kamar kecil. Di toilet umum mesti bayar soalnya hehehe.


Setelah makan, kami berjalan lagi. Kalau dihitung-hitung total perjalanan kami mungkin mencapai  4,5 km hari itu. Ya lumayanlah, itung-itung olahraga. Menjelang sore, semua obyek sudah dilihat, kami memutuskan leyeh-leyeh menikmati matahari tenggelam. Tadinyakami duduk-duduk di taman, tapi berhubung anginnya kencang, kami memutuskan ke stasiun saja. Ternyata, di stasiun pun masih dingin. Jadilah kami masuk ke kafe untuk minum cokelat hangat sambil menunggu kereta kami yang berangkat pukul 19.51 dari St. Lucia. Alhamdulillah, puas jalan-jalan ke Venezia, kota air yang berliku-liku gangnya ini. [Fita Chakra]


Kafe-kafe di lorong

16 comments :

  1. Aku ketinggalan updating... Mak Fita Chakra keliling Eropa dah nyampr ke Venezia... Keren abis... Postingannya juga keren ..ketika membacanya srolah dirikupun mengikuti perjalananmu Mak..hehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mak Rita, makasih, Mak. :) Masih ada dua kota lagi belum ditulis. Mudah-mudahan nggak bosen mampir ke sini ya :)

      Delete
  2. Waahhh rawan copet jugaaa yaa. Aku pikir negara2 eropa tuh aman, ternyata dimana2 tetap perlu waspada

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mak. Katanya sih begitu. Alhamdulillah di sini lancar. :)

      Delete
  3. Replies
    1. Iya, Mak. Cantiknya beda sama kota-kota sebelumnya yang aku ceritakan di blog. :)

      Delete
  4. Senang klu udh baca cerita perjalanan. Seolah-olah sy jg disana.

    Di tunggh cerita perjalanan berikutnya ya mak... (:

    ReplyDelete
    Replies
    1. Insya Allah, Mak. Mudah-mudahan bisa segera menyusul nih tulisan berikutnya :)

      Delete
  5. asyik banget...
    udah part 8 aja, saya ketinggalan :D

    ReplyDelete
  6. Aku beli buah di pasar juga. Kadang di tukang sayur kalo nggak sempat ke pasar. Hematnya banyak. Hemat di ongkos dan di harga. :D *emak2 matre*

    ReplyDelete
  7. Aku beli buah di pasar juga. Kadang di tukang sayur kalo nggak sempat ke pasar. Hematnya banyak. Hemat di ongkos dan di harga. :D *emak2 matre*

    ReplyDelete
  8. Cerita dan foto-fotonya bagus mbak :)

    Salam kenal ya :)

    ReplyDelete
  9. serunya ya mba..dah sampai part 8 saya bacanya..

    ReplyDelete
  10. Kami dua minggu yang lalu sempat mampir ke Venezie juga mbak Fit. :) Ada genangan air banyak di San Marco, jadi untuk turis2 disediakan seperti jembatan penyeberangan gitu. Btw kami juga ke resto beli kopi dan teh, biar bisa sekalian ke kamar kecil :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ngirit yo, Dek hahaha.Lagi dingin nggak di Venice?

      Delete