Tuesday, April 22, 2014

[Cerpen Remaja] Anggrek Ungu

Anggrek Ungu, dimuat di Gadis, 21 Mei 2013.

“Ciee… Fans baru, nih,” goda Vina. “Dari siapa?”
Maira mengangkat bahu. Tidak ada kartu ataupun surat di dalam buket tersebut. Hanya seikat anggrek ungu berpita ungu muda dibalut plastik bermotif bunga-bunga ungu kecil dan huruf “O” di sana-sini. Serasi.
Maira memandang teman-teman cowok di kelasnya, menerka-nerka pengirim anggrek ungu itu. Mariokah? Si tampan jago basket yang hampir setiap hari menelepon. Atau Dude? Cowok paling pintar di kelasnya yang selalu menawarkan PR-nya dicontek semena-mena oleh Maira. Atau… Bram? Adit? Ah, terlalu banyak kemungkinan.
Mata Maira bertatapan dengan Edwin, teman sekelasnya yang sering kedapatan sedang melamun. Edwin spontan menunduk ditatap seperti itu oleh Maira, murid baru yang mendadak jadi idola.
Apakah dia? Maira menebak dalam hati. Si misterius ini sama sekali tidak terdengar suaranya jika tidak diajak bicara. Dia benar-benar seperti vampir. Hidup tapi seolah tak bernyawa. Maira tak tahu segala sesuatu tentangnya. Bahkan, percakapan Maira dengannya bisa dihitung dengan sebelah tangan selama beberapa bulan sejak Maira menghuni kelas tersebut.
Ih, semoga bukan. Kalau Mario atau Dude, bolehlah. Mereka super keren.
“Misterius,” komentar Vina. “Siapa lagi yang bakal jadi korban kejutekanmu?” Vina menggoda.
Maira mendesah. Semua orang tahu, meski banyak yang mengejarnya, dia terlalu jutek untuk didekati. Itu semua karena Maira ingin terlihat tidak murahan.
“Anggrek ungu, artinya memang misteri. Apa maksudnya mengirim anggrek ini? Siapa pelakunya?” Maira semakin bingung.
Vina menahan tawa, “Dari mana kamu tahu artinya?”
“Dari majalah yang pernah kubaca. Mawar artinya cinta, anggrek artinya misterius… Sebut saja nama bunga, aku tahu artinya,” tukas Maira kesal.
“Bagaimana kalau dia hanya mau nunjukin kalau dia punya taman anggrek,” Vina terbahak. “Selalu anggrek ungu. Kayak nggak ada bunga lain. Mawar, kek.”
Maira tertegun. Sudah tiga kali dia mendapatkan buket berisi anggrek ungu. Ini bukan kali pertama Maira mendapatkan bunga dari seseorang. Tetapi, biasanya para cowok yang mengejarnya mengirimkan mawar. Artinya jelas, mereka naksir. Kalau anggrek ungu? Aneh.
*
The Orchids. Maira membaca papan di depan sebuah toko bunga.
“Selamat sore! Ada yang bisa saya bantu?” sapa seorang lelaki dengan sopan.
“Edwin,” Maira spontan berkata ketika matanya bertatapan dengan lelaki itu. “Kamu…”
 Edwin tersenyum. “Setiap sore, sepulang sekolah aku berada di sini, melayani pembeli.”
Pipi Maira memanas. Malu. Saking cueknya, dia tak tahu temannya punya toko bunga!
“Tokomu?” Maira memerhatikan celemek yang dikenakan Edwin. Motifnya familiar. Bunga-bunga kecil ungu dan huruf “O”.
Edwin menggeleng, “Milik ibuku. Dia sudah meninggal beberapa bulan lalu.
Mata Maira terpaku pada plastik bermotif yang sama dengan celemek Edwin. Deg!
“Kamu… yang mengirim anggrek ungu itu?” Maira terbata berkata.
Edwin meremas celemeknya, salah tingkah. Lalu keluarlah pengakuannya.
“Iya, aku yang mengirimnya. Jangan marah, ya. Aku tidak bermaksud menakutimu.”
“Maksudmu?” Jantung Maira berdebar. Bertatap langsung dengan Edwin membuat Maira menyadari, wajah Edwin tampan, sekilas seperti Zayin Malik, salah satu personil One Direction.
“Aku mengirimnya, karena kamu mirip sekali dengan ibuku,” katanya pelan. Matanya terlihat berkaca-kaca. “Kamu cantik sekali… ”
Maira ganti tertunduk. Entah mengapa, dia merasakan ketulusan Edwin. Dari semua cowok yang mencoba menarik perhatiannya, Edwin berbeda. Cowok yang menyukai anggrek itu pasti bukan cowok sembarangan.
“Seandainya saja, kamu nggak jutek,” Edwin meneruskan kalimatnya sambil tersenyum.
Maira mengangkat wajah. Sekarang, dia tahu alasan Edwin mengirimkannya anggrek ungu. Dia berharap, hati Maira secantik hati ibunya.
“Terima kasih sudah mengingatkanku,” kata Maira. “Tapi, lain kali kasih tahu kalau anggrek ungu darimu itu artinya cantik, bukan misterius.”

Edwin tertawa terbahak. Tawa yang baru kali ini didengar Maira. [Fita Chakra]

22 comments :

  1. Kerreennnn... aku tuh susah euy buat nulis dengan bahasa yang meremaja seperti ini Fit.. kenapa ya? Pingin belajar... eh.. apa ini ada hubungannya dengan bacaanku yg kebanyakan serius ya? *malah curcol

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi... ini juga pertama kalinya lho aku nulis buat remaja, Mak. :) Makanya takjub waktu dimuat. Nggak nyangka. :))

      Delete
  2. Pengen bisa nulis cerpen remaja juga, susyeeh hhihiii

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, susah memang heheh... Aku juga masih belajar :) Kayaknya mesti colek Dedew tuh.

      Delete
  3. Keren mbak. Pengin bisa nulis cerpen remaja seperti mbak. Ajarin donggg

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah, makasih pujiannya. Sejujurnya, saya juga masih harus belajar banyak hehe. Yuk beljar baremh :)

      Delete
  4. wah ada dude mak hehehe. Aduh gimana ya aku bisa punya ide menulis

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha aku juga kaget pas baca lagi, loh aku pernah nulis tentang Dude toh? :))

      Delete
  5. Bagus mbak cerpennya.. remaja bangeet.. tapi pendek banget yah, kira-kira berapa kata itu Mbak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, di Rubrik Percikan memang ketentuannya begitu. Sekitar 500 kata. Dua halaman ketik saja kok. Dimuatnya cuma satu halaman soalnya :)

      Delete
  6. Yaaay ada Dude. Hehehe... Fita keren! Fiksi jago nonfiksi hebat. Mupeeeeeng... *ga bisa nulis fiksi* :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihi jadi malu ih, aku masih terus belajar maaak... Btw, makasih ya sudah mampir :)

      Delete
  7. Pendek tapi enak dibaca. So sweet.... :D *serasa balik ke dunia remaja waktu bacanya, haha

    ReplyDelete
  8. Aahh keren binggiiit sih mbak.. ajarin dong bikin cerpen yang asyik gini ;)

    ReplyDelete