Anggrek Ungu, dimuat di Gadis, 21 Mei 2013. |
“Ciee…
Fans baru, nih,” goda Vina. “Dari siapa?”
Maira
mengangkat bahu. Tidak ada kartu ataupun surat di dalam buket tersebut. Hanya
seikat anggrek ungu berpita ungu muda dibalut plastik bermotif bunga-bunga ungu
kecil dan huruf “O” di sana-sini. Serasi.
Maira memandang
teman-teman cowok di kelasnya, menerka-nerka pengirim anggrek ungu itu. Mariokah?
Si tampan jago basket yang hampir setiap hari menelepon. Atau Dude? Cowok
paling pintar di kelasnya yang selalu menawarkan PR-nya dicontek semena-mena
oleh Maira. Atau… Bram? Adit? Ah, terlalu banyak kemungkinan.
Mata Maira bertatapan
dengan Edwin, teman sekelasnya yang sering kedapatan sedang melamun. Edwin
spontan menunduk ditatap seperti itu oleh Maira, murid baru yang mendadak jadi
idola.
Apakah dia? Maira
menebak dalam hati. Si misterius ini sama sekali tidak terdengar suaranya jika
tidak diajak bicara. Dia benar-benar seperti vampir. Hidup tapi seolah tak
bernyawa. Maira tak tahu segala sesuatu tentangnya. Bahkan, percakapan Maira
dengannya bisa dihitung dengan sebelah tangan selama beberapa bulan sejak Maira
menghuni kelas tersebut.
Ih, semoga bukan. Kalau
Mario atau Dude, bolehlah. Mereka super keren.
“Misterius,”
komentar Vina. “Siapa lagi yang bakal jadi korban kejutekanmu?” Vina menggoda.
Maira mendesah. Semua
orang tahu, meski banyak yang mengejarnya, dia terlalu jutek untuk didekati. Itu
semua karena Maira ingin terlihat tidak murahan.
“Anggrek
ungu, artinya memang misteri. Apa maksudnya mengirim anggrek ini? Siapa pelakunya?”
Maira semakin bingung.
Vina
menahan tawa, “Dari mana kamu tahu artinya?”
“Dari
majalah yang pernah kubaca. Mawar artinya cinta, anggrek artinya misterius…
Sebut saja nama bunga, aku tahu artinya,” tukas Maira kesal.
“Bagaimana
kalau dia hanya mau nunjukin kalau dia punya taman anggrek,” Vina terbahak. “Selalu
anggrek ungu. Kayak nggak ada bunga lain. Mawar, kek.”
Maira
tertegun. Sudah tiga kali dia mendapatkan buket berisi anggrek ungu. Ini bukan
kali pertama Maira mendapatkan bunga dari seseorang. Tetapi, biasanya para
cowok yang mengejarnya mengirimkan mawar. Artinya jelas, mereka naksir. Kalau
anggrek ungu? Aneh.
*
The
Orchids. Maira membaca papan di depan sebuah toko bunga.
“Selamat
sore! Ada yang bisa saya bantu?” sapa seorang lelaki dengan sopan.
“Edwin,”
Maira spontan berkata ketika matanya bertatapan dengan lelaki itu. “Kamu…”
Edwin
tersenyum. “Setiap sore, sepulang sekolah aku berada di sini, melayani pembeli.”
Pipi
Maira memanas. Malu. Saking cueknya, dia tak tahu temannya punya toko bunga!
“Tokomu?”
Maira memerhatikan celemek yang dikenakan Edwin. Motifnya familiar. Bunga-bunga
kecil ungu dan huruf “O”.
Edwin
menggeleng, “Milik ibuku. Dia sudah meninggal beberapa bulan lalu.
Mata Maira terpaku pada
plastik bermotif yang sama dengan celemek Edwin. Deg!
“Kamu…
yang mengirim anggrek ungu itu?” Maira terbata berkata.
Edwin
meremas celemeknya, salah tingkah. Lalu keluarlah pengakuannya.
“Iya, aku yang
mengirimnya. Jangan marah, ya. Aku tidak bermaksud menakutimu.”
“Maksudmu?”
Jantung Maira berdebar. Bertatap langsung dengan Edwin membuat Maira menyadari,
wajah Edwin tampan, sekilas seperti Zayin Malik, salah satu personil One
Direction.
“Aku
mengirimnya, karena kamu mirip sekali dengan ibuku,” katanya pelan. Matanya terlihat
berkaca-kaca. “Kamu cantik sekali… ”
Maira
ganti tertunduk. Entah mengapa, dia merasakan ketulusan Edwin. Dari semua cowok
yang mencoba menarik perhatiannya, Edwin berbeda. Cowok yang menyukai anggrek
itu pasti bukan cowok sembarangan.
“Seandainya
saja, kamu nggak jutek,” Edwin meneruskan kalimatnya sambil tersenyum.
Maira
mengangkat wajah. Sekarang, dia tahu alasan Edwin mengirimkannya anggrek ungu.
Dia berharap, hati Maira secantik hati ibunya.
“Terima
kasih sudah mengingatkanku,” kata Maira. “Tapi, lain kali kasih tahu kalau
anggrek ungu darimu itu artinya cantik, bukan misterius.”
Edwin
tertawa terbahak. Tawa yang baru kali ini didengar Maira. [Fita Chakra]
Kerreennnn... aku tuh susah euy buat nulis dengan bahasa yang meremaja seperti ini Fit.. kenapa ya? Pingin belajar... eh.. apa ini ada hubungannya dengan bacaanku yg kebanyakan serius ya? *malah curcol
ReplyDeleteHihi... ini juga pertama kalinya lho aku nulis buat remaja, Mak. :) Makanya takjub waktu dimuat. Nggak nyangka. :))
DeletePengen bisa nulis cerpen remaja juga, susyeeh hhihiii
ReplyDeleteIya, susah memang heheh... Aku juga masih belajar :) Kayaknya mesti colek Dedew tuh.
DeleteKeren mbak. Pengin bisa nulis cerpen remaja seperti mbak. Ajarin donggg
ReplyDeleteAh, makasih pujiannya. Sejujurnya, saya juga masih harus belajar banyak hehe. Yuk beljar baremh :)
DeleteSukaaa
ReplyDeleteMakasih sudah mampir ya :)
Deletewah ada dude mak hehehe. Aduh gimana ya aku bisa punya ide menulis
ReplyDeleteHahaha aku juga kaget pas baca lagi, loh aku pernah nulis tentang Dude toh? :))
DeleteBagus mbak cerpennya.. remaja bangeet.. tapi pendek banget yah, kira-kira berapa kata itu Mbak?
ReplyDeleteIya, di Rubrik Percikan memang ketentuannya begitu. Sekitar 500 kata. Dua halaman ketik saja kok. Dimuatnya cuma satu halaman soalnya :)
Deletesukaa sama ceritanya. sweet ^_^
ReplyDeleteMakasiiih :)
DeleteYaaay ada Dude. Hehehe... Fita keren! Fiksi jago nonfiksi hebat. Mupeeeeeng... *ga bisa nulis fiksi* :D
ReplyDeleteHihi jadi malu ih, aku masih terus belajar maaak... Btw, makasih ya sudah mampir :)
Deletefans Dude, ya Mak? :p
ReplyDeleteHahaha ketauaan
DeletePendek tapi enak dibaca. So sweet.... :D *serasa balik ke dunia remaja waktu bacanya, haha
ReplyDeleteHahaha, nostalgia yaa
DeleteAahh keren binggiiit sih mbak.. ajarin dong bikin cerpen yang asyik gini ;)
ReplyDeleteMakasiiih :)
Delete