Dimuat di Majalah Parenting, Juni 2009 |
Berada jauh dari kampung halaman membuat
saya merasa sedikit terkucil. Bagaimana tidak, saya yang dari lahir hingga usai
kuliah tidak pernah pindah dari satu kota harus beradaptasi di lingkungan yang
baru yang sama sekali berbeda dengan kota asal saya. Kota metropolitan yang
sesungguhnya enggan saya datangi mau tidak mau harus diakrabi. Semuanya demi
sebuah keluarga yang saya cintai, suami dan anak-anak saya. Saat itu, suami
saya bekerja di Jakarta sehingga kami harus memilih apakah kami harus tinggal
di dua kota berlainan atau pindah di Jakarta dan sekitarnya.
Akhirnya
saya pun mengalah. Kepindahan ini sungguh di luar bayangan saya. Berbulan-bulan
dan bahkan bertahun-tahun kemudian sampai anak-anak kami lahir saya masih
sering merasa kesepian. Bayangkan saja, saya yang terbiasa hidup di kota kecil
yang nyaman, dikelilingi banyak teman dan saudara kini harus hidup di tempat
yang sama sekali belum pernah saya kenal. Memang, di tempat yang baru saya juga
mendapatkan beberapa orang teman, tapi entah mengapa tetap saja saya kesepian. Mungkin
ini karena di tempat tinggal saya yang baru saya belum menemukan teman yang
cocok. Atau mungkin karena saya memang bukan tipe orang yang gampang akrab
dengan orang-orang baru.
Saya jadi sering merasa
rindu. Rindu pada teman, rindu pada sahabat, rindu pada kota kelahiran saya,
dan bahkan rindu pada makanan khas yang hanya ada disana!
Awalnya
saya tidak tahu harus berbuat apa. Saya ingin bekerja di luar rumah agar tetap
bisa bersosialisasi (bukan berarti ibu rumah tangga tidak bersosialisasi ya)
dengan dunia luar. Tetapi saya sungguh tak tega meninggalkan anak-anak di rumah
tanpa pengawasan dari saya sebagai ibunya. Untungnya, di jaman serba canggih
seperti sekarang ini ada media yang bernama internet. Saya mulai berpikir
pekerjaan apa yang bisa saya lakukan tanpa meninggalkan anak-anak yang masih
butuh pengawasan saya di rumah.
Iseng-iseng saya
mencari-cari kegiatan melalui internet. Eh, tidak tahunya saya malah
mendapatkan pekerjaan dari kebiasaan menjelajah dunia maya ini. Saya sering
mendapatkan peluang menulis dari internet. Menulis artikel, essay, cerita anak,
dan lain sebagainya, saya lakoni dengan hati senang karena pada dasarnya saya
sangat suka menulis. Dari iseng-iseng, akhirnya saya pun menekuni dunia tulis
menulis dan berkantor di rumah, yang dulunya hanya mimpi bagi saya.
“Enak
ya, tidak perlu susah-susah ngantor. Kerja dari rumah, bisa mengawasi
anak-anak, tapi dapat duit,” begitu komentar seorang teman saya saat dia
bertanya apa pekerjaan saya.
“Kerja
dari rumah kan ribet. Mana bisa kerja sambil direcokin anak-anak?” komentar
teman saya yang lainnya.
Saya
tersenyum saja. Yah saya tahu bahwa setiap hal memang selalu ada sisi positif
dan negatifnya. Bekerja dari rumah memang kelihatannya menyenangkan tapi saya
dituntut untuk pandai-pandai membagi waktu antara pekerjaan dan urusan rumah
tangga yang tak pernah ada habisnya. Kadang-kadang saya harus mencuri-curi
waktu agar bisa berkonsentrasi menulis di sela-sela rengekan dan tangisan
anak-anak. Saya juga terkadang harus berlomba dengan deadline yang ketat hingga
saat weekend pun saya masih harus menulis sementara tubuh saya rasanya ingin
beristirahat menikmati liburan bersama anak-anak dan suami. Kenyataannya, meski
begitu, saya menikmatinya lho.
Saya akui, seperti
inilah pekerjaan yang ideal menurut saya. Sepertinya saya merasa nyaman bekerja
dari rumah. Apalagi dalam hal pekerjaan, saya merasa sangat terbantu karena
terhubung dengan internet. Bagaimana tidak? Saya tidak perlu hadir setiap saat
saya harus menyerahkan hasil tulisan saya. Saya tinggal mengirimkannya melalui
email dan hops… tulisan saya sudah diterima di seberang sana. Praktis,
cepat, dan hemat. Tidak perlu stres
karena macet di jalan dan tidak perlu berlama-lama meninggalkan rumah. Saya
hanya perlu sekali waktu keluar rumah untuk bekerja jika memang ada yang harus
saya kerjakan di luar rumah.
Yang
lebih menyenangkan, melalui internet ternyata saya tidak hanya mendapatkan
pekerjaan. Saya juga mendapatkan banyak teman yang menekuni dunia yang sama dan
memiliki interes sama. Milis dan blog-lah yang mempertemukan kami. Kami sering
berbagi ilmu, berbagi info mengenai lomba atau peluang menulis, dan saling
menyemangati satu sama lain untuk terus berkarya.
Bahkan, saking intensnya
komunikasi yang kami lakukan melalui milis atau blog, kadang-kadang “pertemuan”
kami pun berlanjut di dunia nyata. Jika saya berkunjung ke suatu kota saya
menyempatkan diri untuk kopdar (kopi darat) bersama teman-teman yang berada di
kota itu. Begitupun sebaliknya. Atau jika suatu hari milis kami mengadakan
acara, kami juga bertemu secara langsung.
Bahkan, terkadang kami
juga bertegur sapa melalui telepon hanya untuk bertukar kabar. Jangan salah,
ikatan emosional di antara kami ternyata cukup kuat. Kedekatan kami juga
diikuti dengan saling memberikan kiriman bingkisan di saat-saat istimewa
seperti ulang tahun, kelahiran anak, dan
tentu saja saat salah satu di antara kami merayakan keberhasilannya menerbitkan
tulisan. Wuih, rasanya hati saya ikut melonjak gembira saat tahu teman saya
senang!
Belakangan, saya juga
“menemukan” teman-teman lama saya melalui internet. Facebook, nama situs yang
mempertemukan kami. Waktu saya baru mengenalnya, sama sekali tidak terpikirkan
oleh saya bahwa saya akan keranjingan Facebook. Paling-paling seperti
situs-situs pertemanan serupa yang sudah pernah ngetren sebelumnya, pikirku. Saat
itu, saya belum menemukan asyiknya ber-Facebook-ria.
Ternyata hari demi hari
banyak orang yang sering membicarakan kelebihan situs ini. Saya jadi tertarik
sedikit demi sedikit. Lama kelamaan ketika berkat situs ini, satu persatu
teman-teman lama saya yang terpisah di belahan dunia manapun bisa saya temukan
kembali. Teman kuliah yang sekarang sama sepertiku, bekerja dari rumah sembari
mengasuh anak; teman SMU yang sudah jadi dokter, kerja di bank, dan jadi
pengusaha; bahkan teman les saya yang sudah hampir sepuluh tahun sama sekali
tidak pernah berkomunikasi dengan saya, saya temukan disini! Wah, rasanya saya
seperti menemukan permata yang hilang saja.
Euforia Facebook ini
entah bagaimana akhir-akhir ini membuat saya keranjingan membuka situs ini.
Padahal yang saya lakukan paling-paling hanya meng-update status, membalas
komen dari teman-teman, dan saling melontarkan candaan di wall. Saya sering tertawa dan tersenyum melihat foto-foto yang
dipajang teman-teman saya. Karena Facebook pula lama kelamaan saya dan
teman-teman lama saya saling menghubungi lewat telepon, cekikikan mengobrolkan
hal-hal remeh temeh seperti berikut.
“Wah, ternyata dulu
saya sekurus itu ya.”
“Jadi kangen nih
masa-masa dulu waktu masih kuliah.”
“Si A yang culun dulu
kok sekarang jadi cantik banget.”
Saking senangnya
bernostalgia, kadang-kadang saya jadi lupa diri. Pekerjaan jadi terlantar gara
saya keasyikan browsing teman-teman lama. Kalau sudah begini paling-paling
suami saya berkomentar, “Jangan-jangan sudah kecanduan nih.”
Kecanduan? Ya, mungkin
sementara waktu saya akan kecanduan Facebook, tapi saya yakin lambat laun saya
bosan sendiri akhirnya. Saya mencoba berpikiran positif saja. Yang jelas berkat
internet, saya mendapatkan teman baru yang menyemangati saya untuk terus
berkarya. Dan, tentu saja, bertemu dengan teman-teman lama saya, menyambung
tali silaturahmi yang telah lama terputus karena jarak dan waktu. [Fita Chakra]
iiih mirip ceritanya ya mbak, mirip perkara bosen di rumah dan diselamatkan internet. lalu ketemu facebook. lalu gembira tak terkira. lalu keranjingan facebook dan sekarang udah sampai tahap bosen :)
ReplyDeletesukses mulia buat mbak Fita yaaa.....
emang "mikir" di antara riuh rendah anak di rumah, sembari ngelirik bak cuci piring dan jemuran itu luaaar binasa rasanya, qiqiqiqi.....
Senasib...tapi setingnya terbalik. Saya waktu merantau ke luar pulau malah kesepian krna berpindah-pindah tempat tinggal dan ga punya temen. Akhirnya nemu banyak teman dari fb, twitter dan blog.
ReplyDeleteSekarang stl balik ke kampung halaman malah bingung bagi waktu antara dunia nyata dan dunia maya :p
Saya kenal banyak teman-teman di Faceook yang asik, dan inspiring eh banyak yang kopdar juga.Semoga saya bisa ketemua sama Mba Fita juga nanti di acar puncak Srikandi Blogger di Jakarta ya,
ReplyDelete