Sunday, September 1, 2013

[Resensi Buku] Menggapai Cita, Setinggi Rembulan

Judul                       : Menggapai Rembulan
Penulis                    : Ridwan Abqary
Penerbit                  : Penerbit Andi
Jumlah Halaman       : 130 halaman
 
“Orang-orang selalu bilang, gantungkan cita-citamu setinggi langit. Nah, kamu bisa menggantungkan cita-citamu pada rembulan. Kejar dan gapailah rembulan, karena di sanalah cita-citamu berada.” –Abah

Rembulan Safitri, senang sekali ketika Bu Lusi memilihnya menjadi salah satu perwakilan sekolah mengikuti Story Telling. Dia tak menyangka, kemampuannya berbahasa Inggris dianggap baik. Sayangnya, Delia tak berpikiran sama. Dia iri karena Bulan, seorang anak tukang becak sekaligus penjaga makam itu terpilih menjadi perwakilan utama, sedangkan dia hanya cadangan.

Belum sempat Bulan mengabarkan berita gembira itu pada Abah, emak dan kedua adiknya, musibah datang. Emak dirawat di rumah sakit. Sementara itu, Bulan harus menjaga Bintang dan Mega yang masih kecil. Bulan kehabisan waktu untuk berlatih mendongeng dalam bahasa Inggris. Nyatanya, kedua adiknya justru senang ketika dibacakan cerita dalam bahasa Inggris. Bulan, semakin bersemangat karenanya.

Ketika Emak pulang, Bulan menyangka semuanya akan kembali seperti semula. Tapi, semuanya tak akan sama lagi saat Abah memintanya bekerja pada Bu Mira sebagai pembantu rumah tangga. Biaya pengobatan Emak yang besar membuat mereka berhutang. Abah tak bisa mengembalikan pinjaman itu tanpa bantuan Bulan.

Meski merasa sesak dadanya, Bulan menyanggupi. Dia berhenti sekolah demi bekerja. Namun, Bu Lusi seolah tak membiarkan Bulan pergi. Beliau mendatangi Bulan ke rumah Bu Mira, membujuknya tetap ikut lomba Story Telling. Bulan tak ingin berharap terlalu banyak. Namun dia tak kuasa pula menolak permintaan Bu Lusi.

Kalau kamu membaca buku ini, siapkan diri untuk ikut terhanyut dan terharu. Ini karena penulisnya terampil menjalin kata-kata yang menyentuh. Penyajiannya menawan, dibumbui sedikit humor khas anak-anak. Bulan, sebagai tokoh utama, tak tampil super perfect. Namun itu justru menarik, karena jadi lebih manusiawi. Misalnya, di suatu adegan, digambarkan pula bagaimana saking sedihnya, Bulan menahan tangis karena tidak ingin adik-adiknya mendengar tangis itu.

Bulan, mungkin tak selalu bersinar terang. Tapi dia tetap ada di langit. Demikian juga impian Rembulan Safitri, tak pernah hilang sedikitpun dari benaknya.


2 comments :