Saya tidak ingat persis awal mula cita-cita menjadi penulis muncul di benak saya. Yang saya ingat, waktu kecil ketika teman-teman saya ditanya, “Kalau besar nanti mau jadi apa?” dan mereka menjawab, “ Jadi dokter, guru, insinyur… dan sebagainya,” jawaban saya adalah, “Jadi penulis!”
Mungkin jawaban itu muncul karena saya kesengsem berat dengan karya-karya Enid Blyton yang sering saya baca. Ketika usia saya enam tahun, saya mulai bermain mesin ketik. Sok ngetik. Gaya banget deh pokoknya hahaha… Saya rajin mengirimkan karya hingga awal SMP. Sayangnya tak satu pun karya saya dimuat di majalah. Akhirnya saya lelah. Mulai dari SMP hingga kuliah, saya hanya aktif menulis diary.
Ketika kuliah saya bergabung dengan majalah kampus. Di situlah saya mulai menulis lagi. Lepas dari masa kuliah, menulis hanya saya lakukan sesekali. Hingga ketika saya melahirkan anak pertama. Saya mulai menemukan asyiknya menulis. Saya rajin mengirimkan karya ke berbagai majalah.
Tahun 2007, ketika karya pertama saya dimuat, senangnya bukan main. Saya mulai punya target mengirimkan tulisan setiap minggu. Tahun berikutnya, saya mulai ingin punya buku. Di tahun tersebut buku-buku antologi saya terbit. Tahun berikutnya, saya punya target lebih tinggi. Saya ingin punya buku solo. Syukurlah dengan tekad kuat keinginan itu tercapai. Di tahun-tahun berikutnya, saya mulai berani uji nyali, ikut lomba-lomba menulis. Kadang-kadang masuk ke jajaran pemenang, tapi sering kali kalah. Nggak apa, bagi saya, yang penting saya berani mencoba. Kalau nggak coba, mana saya tahu saya bisa atau nggak? Ya kan?
Demikian setiap tahun. Selalu ada target-target yang saya buat. Setiap kali saya punya keinginan menulis, saya akan share paling tidak dengan teman saya. Bukan untuk pamer, melainkan agar mereka mau mengingatkan saya ketika saya putus asa, sedih, malas karena naskah saya ditolak penerbit. :) Ya, jangan dikira jalan saya di bidang kepenulisan mulus seperti jalan tol. Saya juga sempat jatuh, menangis, mogok menulis beberapa saat, namun akhirnya bangkit juga.
Sampai sekarang saya masih simpan surat-surat penolakan dari beberapa media. Dan saya bersyukur nggak mati semangat karena surat-surat itu. Bahkan saya menjadikan mereka, orang-orang yang mengembalikan karya saya, sebagai teman ngobrol. Dari sanalah saya tahu, kekurangan naskah saya.
Ke mana arah pembicaraan saya ini? Sebenarnya, saya ingin berbagi pada teman-teman yang ingin mulai menjadi penulis. Coba deh, baca tips ini:
- Mau jadi penulis kuncinya hanya satu. Nulis… nulis… nulis. Jangan biarkan alasan apa pun menghalangimu untuk menulis.
“Aduh, aku nggak punya waktu nulis, sudah ngurus anak dan rumah seharian, malamnya sudah ngantuk.”
“Aku nggak punya ide, mau nulis apa ya?”
“Aku nggak punya komputer…. Mau ngetik pakai apa?”
Sudahlah, kalau masih ada alasan-alasan itu, maaf lupakan saja impian jadi penulis. Bagi saya, jika masih ada alasan-alasan itu, artinya belum ada niat yang kuat. Siasati dengan cerdas. Dirimulah yang tahu caranya.
- Bergabung di komunitas menulis. Percayalah, semakin banyak orang-orang di sekitar teman-teman yang mendukung, kamu akan lebih semangat menulis. Sekarang, komunitas menulis bertaburan. Buka mata dan buka telinga lebar-lebar agar bisa menimba banyak ilmu.
- Share cita-cita pada orang-orang terdekat. Misalnya, tahun ini punya target mengirimkan minimal satu tulisan setiap minggu, katakan pada mereka. Yakin deh kalau mereka teman-teman yang care padamu, mereka akan selalu mengingatkan agar kita fokus pada target itu.
- Belajar terus. Meski tulisanmu sudah berhasil dimuat di suatu majalah misalnya, jangan lantas berpuas diri. Belajarlah terus. Ikut workshop, bertanya, mencermati banyak buku, dan sebagainya.
- Jangan menyerah! Naskah dikembalikan, tidak dimuat, tidak berhasil menuntaskan tulisan merupakan beberapa masalah yang sering terjadi. Kecewa? Pasti. Tapi jangan berlama-lama kecewa, karena kecewa saja takkan menghasilkan sesuatu. Bangkitlah lagi sampai berhasil.
Hanya segitu saja? Eh, meski kelihatannya “hanya segitu” nggak mudah lho menjalaninya. Coba deh buktikan. Saya kutip kata-kata saya kemarin ya, sepertinya cocok untuk membangkitkan semangat kita.
Foto: Waktu menerima hadiah juara ketiga Writing Contest Parents Guide
"Hanya dirimu yang tahu impian terbesarmu. Kalau kamu pun meragukan mimpimu, akankah orang lain percaya kamu bisa mewujudkannya? Tak ada yang salah dengan impian itu, selama kamu yakin pada dirimu sendiri. Berusahalah dan berdoa."
Selamat berjuang!
Foto itu..mengingatkan pada kenangan tahun lalu :)
ReplyDeleteSebuah pencerahan! Sesuatu bangets *_^ Ehm, ijin copas ke tempatku dengan link ke sini boleh yaaa?
ReplyDeleteKita bareng ya mbak waktu itu? hehe
ReplyDeleteBoleh, Ratih... Monggo :)
ReplyDelete@mbak Fita dan mbak Arin ...kita waktu itu barengan tapi belum kenal..ya...
ReplyDeletemakasih ya share-nya..jadi pengin punya semangat yg besar juga seperti mbak fita..kalau aku ketika naskah dimuat semangat menyala nyala utk nulis lagi ..tapi ketika naskah tertolak ugh..langsung melempem deh..sekali - lagi makasih ya..semoga aku bisa bangkit lagi tuk nulis..nulis..dan nulis..
ReplyDelete@Bunda Amel, semoga tulisan ini bisa membantu menjaga semangat agar nggak turun ya mbak. :) salam kenal
ReplyDeleteNice tips mba fitachakra..... :)
ReplyDeleteCerita yg penuh manfaat. Penulisnya terasa sangat ikhlas dlm berbagi. Salut.
ReplyDeleteTerima kasih sudah mampir ke sini. :) Moga bermanfaat. Aamiin.
Delete