Wednesday, September 11, 2013

[Resensi] Ada Apa di Ladang Jagung?

Judul                   : Misteri Anak Jagung
Penulis                : Wylvera W
Penerbit              : Pelangi Indonesia
Cetakan             : Januari 2013
Jumlah Halaman  : 197 halaman


Sunyi! Mendadak senyap!
Tapi, di luar sana, di ladang jagung, justru sayup-sayup kudengar tangisan
Tangisan anak laki-laki. -Misteri Anak Jagung, halaman 1

Bagi Gantari, ladang jagung di Urbana itu menyimpan misteri. Gantari tahu ada yang tak beres  di sana. Tapi tak mungkin dia mengungkapkannya pada siapapun. Bagaimana mungkin dia bilang seorang anak lelaki terbakar di sana? Bahkan, orang-orang terdekatnya pun takut mendengar perkataannya. Itu karena perkataan Gantari biasanya terjadi. Banyak orang yang menganggapnya aneh. Kecuali Delia, sahabatnya.

Friday, September 6, 2013

[Cerita Anak] Lindy Tetap Menang!

Cerita ini pernah dimuat di Bobo, 8 Agustus 2013. Saya kirim April 2012. Lumayan lama ya nunggunya. :)



Dari dahulu Tutu, si kura-kura selalu ingin mengalahkan Lindy si kelinci. Semua binatang tahu bahwa Tutu berjalan sangat lambat sedangkan Lindy bisa berlari cepat. Namun Tutu tetap berniat mengalahkan Lindy dengan berbagai cara.
            “Aku harus mengulang kemenangan leluhurku dahulu,” tekad Tutu.
            “Jangan mengandalkan keberuntungan,” kata Paman Bino, seekor kura-kura yang bijak. “Waktu itu kakek buyutmu beruntung. Pikirkan kalau kelinci tidak beristirahat, dia pasti akan menang. Kita, para kura-kura memang ditakdirkan berjalan lambat. Tapi kita diberi kelebihan yang lain oleh yang Kuasa.”
            “Apa kelebihan kita, Paman?” tanya Tutu. Karena sangat ingin mengalahkan kelinci dalam perlombaan lari, dia sama sekali tak ingat kelebihan yang dimilikinya.
            “Tempurung kita yang sangat kuat. Tempurung itu melindungi tubuh kita,” kata Paman Bino.
            “Ah, tetap saja menang lomba lari lebih keren, Paman,” Tutu berkilah.
            “Boleh saja kamu coba lomba lari dengan kelinci. Tapi berbuatlah jujur dalam pertandingan,” pesan paman Bino akhirnya.
            Tutu mengangguk. Tapi diam-diam, sebenarnya dia sudah memikirkan berbagai cara agar menang lomba lari melawan Lindy, si kelinci lawannya. Mereka akan memulai perlombaan besok pagi.
            Keesokan harinya, Tutu dan Lindy sudah siap di kaki bukit. Tutu sudah menyiapkan beberapa rencana agar dia bisa menang. Dia sudah meminta temannya untuk bersiap di sebuah semak depan kelinci. Juga menyediakan wortel di jalan sebagai umpan agar Lindy berhenti berlari. Terakhir ,jika dua rencana itu tak berhasil dia sudah menyiapkan sebuah lubang di dekat garis akhir.
            “Satu… Dua… Lari!” teriak Didi si burung yang memberi aba-aba.
            Lindy langsung melesat meninggalkan Tutu.
            “Lihat saja aku akan menang,” teriak Lindy membuat Tutu semakin ingin mengalahkannya.
            Sementara Lindy melesat, Tutu berjalan pelan-pelan. Dia yakin temannya berhasil mengecoh Lindy.
            Lindy berlari terus. Di pikirannya hanya satu tujuannya, harus menang. Kaki-kakinya berlari tanpa henti. Meski godaan untuk berhenti sangat kuat, dia tak peduli.
            “Kalau aku sudah sampai garia akhir, aku baru boleh berhenti!” katanya pada diri sendiri.
            Tiba-tiba di depannya dia melihat seekor kura-kura berjalan. Lho, kok Tutu sudah melewatiku? Pikirnya heran.
            “Hahaha… Kata siapa kamu yang menang. Aku lebih cepat,” ujar Pipi, kura-kura yang menyamar sebagai Tutu.
            Lindy mengamatinya. Aha! Dia tahu sekarang, itu bukan Tutu. Ukuran Tutu sedikit lebih besar dibandingkan kura-kura ini.
            “Jangan mengecohku, aku tahu kamu bukan Tutu. Sampai jumpa!” Lindy pun berlari meninggalkannya. 


Mendengar teriakan Lindy dari kejauhan, hati Tutu cemas. Dia tetap berjalan sesuai kemampuannya sambil berharap semoga rencana keduanya berhasil.
            Beberapa saat setelah berlari, Lindy melihat wortel-wortel segar berceceran di tanah. Berlari membuatnya lapar dan haus. Dia sudah hampir berhenti untuk menikmati wortel-wortel itu. Namun dia ingat tekadnya.
            “Aku hanya akan berhenti jika sudah sampai garis akhir,” dia pun berlari lebih kencang, meninggalkan wortel-wortel itu. “Tutuuu, aku tahu itu pasti perbuatanmu. Aku tak kan tergoda!” teriak Lindy.
            Tutu semakin cemas mendengarnya.
            “Semoga jebakanku berhasil. Hanya itu satu-satunya harapanku,” katanya cemas. Dia menggerakkan kaki-kakinya sekuat tenaga.
            Bruuk!
Tiba-tiba terdengar suara benda jatuh. Rupanya Lindy terperosok dalam lubang perangkap yang dibuat Tutu dan teman-temannya.
Tutu tertawa.
“Hahaha… Aku yakin aku yang akan menang, Lindy!” teriaknya mengejek. Tak lama lagi dia akan melewati lubang itu.
“Curang! Takkan kubiarkan kau menang dengan cara curang,” kata Lindy kesal.
Dia mencari akal agar bisa keluar dari lubang tersebut. Ternyata di dalam lubang itu terdapat sebuah batu yang menonjol. Dia pun segera melompat sekuat tenaga ke batu itu.
Hap!
Dengan dua loncatan, akhirnya Lindy berhasil keluar. Sekarang tenaganya terkuras habis. Tutu sudah melewati perangkap itu.
Namun Lindy tak mau menyerah. Dengan sisa-sisa keuatannya dia berlari lagi. Lagi dan lagi hingga melewati garus akhir.
“Aku tetap menang Tutu! Lihat saja, cara curang takkan menang!” teriak Lindy.

Binatang-binatang yang berkumpul menyaksikan perlombaan itu bersorak sorai mengelu-elukan Lindy. Sementara Tutu hanya mendapatkan malu karena kecurangannya.

Si Sulit Makan!

Tulisan ini pernah dimuat di majalah Parenting, Mei 2008. Idenya berawal dari Keisya yang mogok makan. Siapa sangka, sekarang anak yang dulu jadi inspirasi tulisan ini mau melahap apa saja. Di rumah, kami menyebutnya "si selera Indonesia" karena makanan yang disukainya nggak jauh-jauh dari menu Indonesia. Teman-teman saya takjub saat melihat Keisya dengan lahapnya makan pecel! :D


Parenting, Mei 2008
Keisya terbilang anak yang susah makan. Makanya wajar saja kalau berat badannya bisa langsung turun drastis begitu dia sakit, meskipun hanya sakit ringan seperti batuk atau pilek saja. Pasalnya, begitu terasa sakit, dia akan lebih susah lagi disuruh makan.

Sunday, September 1, 2013

[Resensi Buku] Menggapai Cita, Setinggi Rembulan

Judul                       : Menggapai Rembulan
Penulis                    : Ridwan Abqary
Penerbit                  : Penerbit Andi
Jumlah Halaman       : 130 halaman
 
“Orang-orang selalu bilang, gantungkan cita-citamu setinggi langit. Nah, kamu bisa menggantungkan cita-citamu pada rembulan. Kejar dan gapailah rembulan, karena di sanalah cita-citamu berada.” –Abah

Rembulan Safitri, senang sekali ketika Bu Lusi memilihnya menjadi salah satu perwakilan sekolah mengikuti Story Telling. Dia tak menyangka, kemampuannya berbahasa Inggris dianggap baik. Sayangnya, Delia tak berpikiran sama. Dia iri karena Bulan, seorang anak tukang becak sekaligus penjaga makam itu terpilih menjadi perwakilan utama, sedangkan dia hanya cadangan.

Belum sempat Bulan mengabarkan berita gembira itu pada Abah, emak dan kedua adiknya, musibah datang. Emak dirawat di rumah sakit. Sementara itu, Bulan harus menjaga Bintang dan Mega yang masih kecil. Bulan kehabisan waktu untuk berlatih mendongeng dalam bahasa Inggris. Nyatanya, kedua adiknya justru senang ketika dibacakan cerita dalam bahasa Inggris. Bulan, semakin bersemangat karenanya.